Biarlah kusimpan sampai nanti aku kan ada disana
Tenanglah dirimu dalam
kedamaian ingatlah cintaku
Kau tak terlihat lagi namun cintamu
abadi
(Mengenangmu-Kerispatih)
"Heh! Bengong aja lo," ujar Karin menepuk pundak Aldi dari belakang.
"Eh! Elo Rin," sahut Aldi sedikit terkejut.
"Lagi mikirin apa
sih? Jam istirahat bukannya ke kantin, malah bengong di kelas. Nanti
kesurupan, loh!" canda Karin duduk di bangku sebelah Aldi.
"Gue masih gak habis pikir. Ada gitu, cewek yang setia ngirim puisi
lewat sms ke gue setiap hari, selama 5 tahun! li-ma-ta-hun!" jelas Aldi
menoleh ke Karin dengan wajah keheranan.
"Oh... elo lagi mikirin si pengagum rahasia elo itu, toh!" ujar Karin. Aldi mengangguk.
"Seharusnya lo bersyukur, Di. Gak semua orang punya pengagum rahasia."
"Iya, sih. Tapi nih cewek bikin gue penasaran setengah mati! Masalahnya
kalo dia emang suka sama gue, janji ketemuan aja langsung. Ini mah,
enggak. Setiap gue telepon balik, tuh nomer hape selalu gak aktif. Gue
sms, gak pernah dibales. Aneh gak, tuh!" Aldi dongkol, lalu berpikir
sejenak. "Apa... Jangan-jangan ini sms dari hantu?" Aldi bergidik, dan
mendadak parno.
"Halah! Percaya aja lo sama yang begituan. Lagi mana ada hantu yang
bisa pake hape! Payah lo, ah!" bantah Karin menempeleng kepala Aldi.
"Udah, gak usah terlalu dipikirin, nanti cepet tumbuh uban, lho. Gue
balik ke kelas dulu, yah?" ujar Karin yang saat itu berada di kelas Aldi
(3 IPS 2).
"Rin!" panggil Aldi sesaat setelah Karin beranjak keluar dari pintu kelas 3 IPS 2.
"Apa?" Karin menoleh.
"Pulang sekolah, nanti kita makan di warung tenda Pak Teddy, yah?"
"Siap, Bos!" sahut Karin menghormati, lalu berlari menuju kelasnya (3
IPA 1). Aldi lalu tersenyum melihat tingkah Karin yang setiap hari
selalu riang penuh semangat. Hal itulah yang membuat Aldi merasa senang
berteman dengan Karin sejak SMP sampai sekarang mereka SMA.
Sepulang sekolah, mereka bertemu di warung tenda Pak Teddy, tempat
makan favorit Aldi dan Karin, di blok S, bilangan Jakarta Selatan.
"Rin, nanti kalo kita lulus SMA, kita satu kampus, yah?" ujar Aldi di sela-sela makan.
"Ehm... gak janji yah, Di. Soalnya gue belum tentu kuliah," sahut Karin sambil mengunyah kuetwiaw goreng nya.
"Lho? Katanya lulus SMA elo mau kuliah?"
"Iya sih, tapi kan rencana gue, Tapi kalo Tuhan ngasih gue kerjaan pas
gue lulus SMA. Yah, gue milih kerja, Ketimbang kuliah. Gue mau bantu
nyokap biayain adek gue. Kan elo tau kalo bokap gue udah gak ada,"
terang Karin. Aldi mengangguk prihatin.
"Tapi kalo lo jadi kuliah, kita satu kampus, yah."
"Emang lo gak bosen? Dari SMP sampe SMA bareng sama gue terus?"
"Yah, gak lah, justru gue seneng"
"Gak selamanya gue bisa bareng sama lo, Di," ujar Karin.
"Iya, gue tau. Suatu saat, kalo lo atau gue udah nikah. Saat itu
kita udah punya temen hidup masing-masing. Itu kan maksud lo. TAPI
itukan masih lama. Gue yakin, elo belum mau cepet-cepet nikah," ujar
Aldi. Karin hanya tersenyum. "Oh iya, Rin! Tadi waktu di kelas, gue
dapat sms dari cewek misterus itu lagi."
"Serius lo?" Karin menanggapi dengan antusias.
"Serius, kali ini dia sms kayak gini ke gue," Aldi segera membuka sms itu dan mulai membacanya.
"Saat siang menjelang, bagiku kau adalah matahari yang memberikan
secerah cahaya penyemangat, dan saat malam datang, bagiku kau adalah
bintang yang memberikan kerlip harapan dalam kesunyianku di sepanjang
malam."
"Wah! Bagus banget tuh kata-katanya! Gue minta dong!" kata Karin, lalu mengambil hape Aldi.
"Stress tuh cewek! Masa selama lima tahun. Dia cuma ngasih identitas
jenis kelamin doang! Sok misterius banget!" pekik Aldi kesal.
"Emangnya... Lo gak curiga sama Merry dan Laras? Kan mereka dari SMP
satu sekolah sama kita. Kalo memang sms ini mulai dari semenjak SMP,
mereka patut dicurigain," selidik Karin, sok detektif..
"Terutama Laras, lo kan tau kalo dari SMP dia suka sama elo. Tapi elonya aja yang cuekin dia," lanjut Karin.
"Iya sih," pikir Aldi. "Tapi daripada cewek pecicilan model mereka,
justru gue berharap sms ini dari Lia, cewek manis yang tinggal di
sebeblah rumah gue itu. Dia juga kan udah hampir lima tahun tetanggaan
sama gue. Kali aja kan, diem-diem dia memendam perasaan suka ke gue,"
tebak Aldi sedikit narsis.
"Huhh, ngarep!" ketus Karin.
"Gak salah juga, kan?" Karin hanya tersenyum tipis dan kembali menyantap kuetiaw gorengnya. Begitu juga Aldi.
****
"Huffft! Telat lagi! Telat lagi!" gerutu Karin yang berdiri di Halte
Green Garden, bilangan Jakarta Barat, tempat biasa dia berangkat
bersama Aldi ke sekolah.
"Maaf deh, soalnya tadi ban motor gue
bocor. Jadi mesti ditambel dulu," ujar Aldi memberi senyuman garing.
Karin hanya mendelik, dan segera naik ke boncengan jok belakang motor
Aldi.
"Di..."ujar Karin di perjalanan.
"Ya?"
"Besok kan hari libur. Kita ke puncak, Yuk? Mau gak?"
"Wah, Boleh-boleh. Kebetulan besok mobil gak kepake bokap. Jadi kita ke sana bisa pake mobil."
"Bener, nih?"
"Iya bener. Tapi kok tiba-tiba elo mau ke puncak sih, Rin?"
"Yah... Gue pengen menghirup udara segar aja. Mau pergi ke suatu tempat yang suasananya nyaman dan tentram."
"Oh, oke. Kalo gitu, besok gue jemput lo jam 9 pagi, oke?"
"Oke, Say!" jawab Karin semangat.
"Say?" Aldi mengernyit.
"Sayur lodeh," celetuk Karin. Aldi hanya tertawa.
****
"Di,
nyetir mobilnya yang fokus, dong! Dari tadi gue perhatiin, elo ngeliat
ke hape terus," gerutu Karin di tengah perjalanan menuju puncak.
"Iya tenang aja. Heran. Tumben banget tuh cewek misterius kemarin
gak sms gue. Biasanya juga tiap hari dia sms gue," ujar Aldi.
"Wah kayaknya elo udah mulai jatuh cinta sama cewek misterius itu," lirik Karin.
"Ah, ada-ada aja lo! Gak mungkinlah, gue jatuh cinta sama cewek yang gak gue kenal!" bantah Aldi.
"Buktinya lo sekarang mikirin dia."
"Yah... bukannya gitu, Mungkin karena gue setiap hari dapet sms dari
dia, terasa ada yang janggal aja," jelas Aldi. Karin lalu tersenyum
sendiri di bangku.
"Kenapa lo senyum senyum? Nggak lucu, tau gak!" ketus Aldi yang merasa senyuman Karin bermaksud menyindirnya.
"Hahaha.... Sahabat gue, fallin in love sama cewek misterius," Karin tertawa geli.
"Yee... dibilang gue gak jatuh cinta! Uhh!" Aldi tiba-tiba terdiam.
Kali ini dia memandang wajah Karin lekat-lekat. "Rin, tumben rambut lo
dikuncir?"
"Lagi pengen aja. Memang kenapa?" Karin menoleh.
"Tambah keliatan cantik," jawab Aldi masih memandang. Karin jadi salah tingkah.
Sesampainya di puncak. Hari sudah menjelang malam. Aldi dan Karin
segera keluar dari mobil, mereka tak sabar ingin menghirup udara sejuk
Puncak. Dengan pelan Aldi dan Karin menghela nafasnya, menikmati sepoian
angin malam Puncak yang terasa begitu sejuk di rongga dada.
"Thankyou ya, Di. lo udah mau nemenin gue ke puncak. Gue janji gak bakalan ngerepotin lo lagi," ujar Karin menatap Aldi.
"Ngomong apaan sih, lo. Gue gak ngerasa direpotin, kok!" sahut Aldi. Karin tersenyum.
"Eh, liat!" Karin menunjuk ke angkasa. Aldi pun menengok ke atas. "Indah banget yah!"ujar Karin terpesona.
"Iya, bintangnya banyak!" sahut Aldi sumringah.
Suasana bersama pun hening, Aldi dan Karin terhanyut bersama memandang kumpulan gugusan di angkasa malam itu.
*****
Teng Teng! Teeeeeng!
Bel pertanda istirahat berdering nyaring.
Seluruh
siswa SMA Cahaya Bangsa mulai keluar dari kelas mereka dan menyebar ke
setiap penjuru lingkungan sekolah. Begitu juga Aldi yang berjalan menuju
kelas 3 IPA 1, menemui Karin. Namun, sesampainya didepan kelas 3 IPA 1,
Aldi tidak mendapati keberadaan Karin. Saat tadi berangkat sekolah Aldi
memang tidak datang bersama Karin. Karena Karin tak kunjung muncul di
halte, tempat biasa mereka bertemu hingga jarum jam pukul setengah tujuh
pagi. Waktu yang telah mereka sepakati untuk selalu berangkat bersama
dari halte green garden. Aldi berkali-kali menelepon Karin, tapi hape
Karin tidak aktif.
"Grace, si Karin masuk gak?" tanya Aldi ke salah satu teman sekelas Karin.
"Gak, Di. Bukannya biasanya berangkat bareng sama elo?"
"Iya sih. Tapi hari ini gue gak berangkat bareng dia. Oke, deh, thanks
yah," ujar Aldi lalu berjalan menuju kantin. Di sana, Aldi tidak bisa
menikmati soto ayamnya, dia termenung memikirkan Karin yang hari ini
sama sekali tidak memberikan kabar kepadanya. Karena biasanya kalau pun
Karin tidak masuk sekolah, Karin pasti akan memberitahu Aldi sebelumnya.
Keesokan harinya pun sama. Hingga jarum jam tangan Aldi menunjukan
jam setengah tujuh pagi, Karin tak kunjung muncul di halte tempat biasa
dia menunggu. Karin kembali tidak masuk sekolah, dan tidak memberikan
kabar kepada Aldi, ataupun wali kelasnya. Aldi jadi bingung. Karena
semenjak pulang dari Puncak, Karini tak lagi memberi kabar, hapenya pun
tidak aktif.
Sepulang sekolah, Aldi ke rumah Karin. Aldi benar-benar ingin tahu kabar Karin.
"Permisi!" seru Aldi sambil mengetuk-ngetuk gerbang rumah Karin. Tak
lama kemudian Mbok Ina, pembantu rumah tangga di rumah Karin, keluar
dari dalam rumah dan segera menghampiri Aldi.
"Eh, Mas Aldi," sapa Mbok Ina yang telah mengenal Aldi dengan baik.
"Selamat siang, Mbok. Karinnya ada?"
"Lho? Memang Mas Aldi ndak tau? Kalo Mbak Karin sekarang di rumah sakit?" tanya Mbok Ina dengan logat jawanya yang medok.
"Di rumah sakit?!" Aldi mengernyit. "Memang Karin sakit apa, Mbok?"
"Gimana, toh? Mas Aldi kan teman dekatnya Mbak Karin. Masa ndak tau
kalo Mbak Karin punya penyakit kanker otak?" terang Mbok Ina keheranan.
"Kanker otak?!" Aldi sontak terkejut. Benar-benar tekejut. Karena
selama ini, Karin tidak pernah menceritakan tentang penyakit itu.
"Enggeh. Kemarin malem, Mamahnya Putri melihat Mbak Karin pingsan di
kamar, terus Mbak Karin langsung di bawa ke rumah sakit. Kalo Mbok ndak
salah, hari ini Mbak Karin akan di operasi, karena keadaannya semakin
kritis." terang Mbok Ina prihatin.
"Sekarang Karin ada di rumah sakit mana, Mbok?" tanya Aldi begitu khawatir.
"Di rumah sakit Siloam, Kebon Jeruk."
"Makasih Mbok," ujar Aldi dan segera pergi dengan motornya, menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Siloam, Aldi segera menanyakan letak
ruang operasi kepada karyawan UGD. Setelah di beri tahu, Aldi pun
bergegas pergi menuju ruang operasi. Di sana, Aldi melihat tante Dwi;
mama dari Karin, dan Dimas; adiknya Karin, saling berpelukan. Aldi terus
berjalan mendekat. Tante Dwi menoleh dengan mata berlinang, seiring
suster yang keluar dari ruang operasi , membawa tubuh seorang yang di
selimuti kain putih tak berdaya di tempat tidur operasi. Aldi berhenti
melangkah, dan sekali lagi menatap Tante Dwi, dan bisa menerka siapa
seseorang yang ada di balik kain putih itu. Tubuh Aldi langsung lemas
dan hanya bisa menangis sesenggukkan, dadanya terasa begitu terasa
sesak, air matanya mengucur deras bersama suara tangisnya yang begitu
pilu.
"Kenapa lo harus pergi secepat ini, Rin? Kenapa lo gak nunngu gue?
Kenapa lo gak ngasih waktu sedikit lagi buat gue, menyatakan perasaan
gue yang sebenarnya ke elo?" kata Aldi dalam hati sambil terus menangis
sesugukkan. Tante Dwi pun menghampiri Aldi.
"Karin menitipkan ini buat kamu, Di," ujar tante Dwi memberikan
selembar kertas sambil berusaha tersenyum. Aldi pun menerimanya, dan
segera membaca tulisan yang ada di dalam kertas itu.
To: Aldi.
Maaf, karena telah merahasiakan semua ini dari elo, tentang penyakit ini dan menjadi cewek misterius yang selama lima
tahun setia mengirim sms puisi setiap hari buat elo. tapi sama sekali
gak ada maksud gue buat mempermainkan elo, Di. Demi Tuhan!
Tujuh tahun yang lalu, saat gue tau kalo gue mengidap penyakit
kanker otak, gue selalu berdoa agar gue bisa merasakan jatuh cinta
sebelum gue meninggal dan ternyata Tuhan mendengar doa gue. Gue
dipertemukan dengan cowok yang bisa membuat gue jatuh cinta pada
pandangan pertama. Cowok itu elo, Aldi.
Tapi, gue tahu gue gak akan lama. Karena itu, gue memilih untuk
sekedar menjadi sahabat lo, dan hanya bisa mengungkapkan semua perasaan
cinta gue lewat sms puisi. Mungkin buat elo konyol. Tapi, memang cuma
ini cara gue menyatakan persaan gue ke elo. Semoga elo mau mengerti.
Terima kasih, karena lo telah mewarnai hari-hari gue selama lima
tahun dan gue bahagia. Kalo sampai nafas terakhir gue masih bisa
tersenyum, itu karena gue lagi ingat elo. Buat gue semua terasa indah
saat bersama elo. Karena gue cinta elo, Di.
Buat gue, lo cinta pertama dan terakhir gue.... Aldi(:
Setelah
membaca surat itu, Aldi dapat tersenyum lega walaupun air matanya masih
terus tercurah. Karena bagi Aldi, surat itu telah menjawab semua
perasaan cinta yang terpendam dalam hati Aldi. Bahwa ternyata Karin juga
mencintainya.
SELESAI.
Gimana menurut kalian? Leave a comment ya! Gue menerima kritik dan saran, thankyouu!:D
No comments:
Post a Comment