Thursday 21 April 2016

Tidak.

Hati yang kucoba rekatkan,
Kini patah lagi dan bagian-bagiannya tak lagi terdeteksi.
Terlalu sakit...
Aku tak sanggup lagi menanggungnya...
Rasanya, menangis pun tidak dapat dijadikan pelarian.
Kesendirian membuat semuanya terasa sepi bagiku.
Hening begitu memilukan hati,
Sehingga sakit rasanya untuk membuka mata saat pagi hari dan mengingat lagi luka yang semakin membuka...

Aku ingin pergi.
Namun, kemana?
Langkahku tanpa arah dan pijakannya semakin goyah.
Harapanku yang dulu membara kini hanya setitik nyata.
Bahkan puisipun tidak mewakilkan.

Sunday 17 April 2016

Pagi, Malam, Sore dan Senja.

Sore selalu menikmati pertemuan sementaranya dengan Senja.
Senja pula, dengan cintanya kepada Malam;
Ia rela dimatikan warnanya oleh sang kegelapan.
Namun, entah mengapa Malam menunggu Pagi.
Dan Pagi selalu menyambut terangnya dengan bahagia,
Tanpa menggubris adanya Malam
Yang rela mengantarkan Pagi, sementara sang gelap harus menunggu lagi.
Menunggu, untuk bertemu lagi dengan sang Pagi.

Demikian, dengan adanya sebuah cerita
Aku berharap bisa setulus Sore, yang selalu menunggu datangnya Senja
Walaupun sementara, namun ada rasa bahagia dan menerima.
Menerima bahwa Senja lebih bahagia ketika ia memuja Malam.
Aku ingin menjadi seperti malam,
Selalu ada untuk menghantarkan Pagi bangun dari gelapnya.
Dan timbul setiap pagi untuk menjadi bahagia sendiri,
Walau Malam harus mati.

Mereka menorehkan cerita yang berbeda.
Mengenai bahagia dan kesakitan.
Sedih, namun melepaskan.
Dan kuharap begitu juga yang sama
Terjadi padamu.
Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu,
Karena sekarang, walaupun rasanya perih;
Aku merelakanmu.