Wednesday 14 May 2014

14 Mei 2014

Dulu, dia yang mengisi hari hari itu...
Semuanya dia buat jadi lebih berwarna.
Namun setelah ia melangkah pergi...Meninggalkannya...
Perempuan itu mulai terjebak dalam tangis dan pilu di bawah atap langit.
Samar...
Dia berdiri berpijak dengan lemah di tanah.
Dunia yang fana
Yang baginya akan selalu menjadi putih dan hitam karena warnanya telah pudar.
Kini saat dia telah terlepas dari segala belenggunya...
Telah melupakannya...
Dia berjalan tanpa arah.
Kemana?
Siapa?
Tak bertujuan
Dia hanya terus melangkah;
Lunglai.

Monday 12 May 2014

Dia itu siapa? Aku-kah?

Sepasang kaki itu melangkah senada dengan angin yang bertiup.
Kaki itu terus menjejak di atas tanah.
Berjalan menuju entah kemana.
Masih terus mencari, lagi dan lagi.
Jiwa yang kosong di sertai bisikan angin,
Dia melangkah pasti.
Suatu saat, jiwa itu sampai di sebuah gubuk kecil.
Gubuk itu berisi semua tentang dirinya.
Lantai iman, pintu cinta, jendela tangis dan beratap awan.
Dia menatap langit di luar gubuk itu.
Dia mulai menata memorinya, dari semula hingga kini.
Detak jantung membuat darahnya bergejolak di seluruh tubuhnya.
Dia, yang memperhatikan namun tak di pedulikan.
Dia, manusia yang membantu dan tak pernah di gubris pendapatnya.
Dia, yang tertawa hampa tanpa seorangpun menyadarinya.
Dia, yang selalu berusaha menjadi yang terbaik namun selalu menjadi yang terburuk.
Dia, yang selalu mengudap cokelat ketika memikirkan banyak hal.
Dia, yang selalu mendengar namun tak pernah di dengar.
Dengan kata lain...
Dialah sisi terbaik dirinya, dan sisi terburuk semua orang.

Saturday 10 May 2014

Dia

Dia.
Laki laki itu.
Dia yang membuatku menulis.
Menulis dengan jiwa.
Dia yang memberiku begitu banyak kenangan...
Dia yang membuatku mengisi hari dengan tawa. Dan juga tangis.
Kini setelah kepergiannya...
Tulisan ini tanpa jiwa.
Tulisan, hanya tulisan.
Kosong, hampa.
Kertas putih yang tak mengerti jalan cerita ini
Hanya menemaniku yang duduk termangu dalam kesendirian.

Friday 9 May 2014

9 Mei 2014

Tangannya merangkai huruf demi huruf
Merangkai kata menjadi susunan kalimat.
Dia duduk terdiam di depan notebook-nya.
Ditemani segelas susu cokelat, dia mulai menulis.
Lagi.

'...
Dia adalah jiwa yang tak akan pernah utuh,
Dia akan terus mencari, dan hingga saatnya nanti akan berhenti.
Jiwanya rapuh...
Bayangan yang kamu lihat di matanya hanyalah sebuah kemunafikan.
Refleksi dirinya di kaca terlalu fana untuk kenyataannya.
Ekspresinya terlalu fiksi.
Kakinya terus melangkah di tengah jalan setapak.
Terus menjejak...
Berjalan menuju... Kemana?
Bahkan tak ada tangan yang membimbingnya!
Dia terlalu tersesat...
Sampai akhirnya, kakinya berhenti melangkah.
Ia menatap ke sekelilingnya.
Dan semua orang yang ia  temui terlalu palsu.
Seakan-akan...
Sisi terbaik dari dirinya
Adalah sisi terburuk semua orang.
...'

Dan dia menceritakan dirinya sendiri.

Saturday 3 May 2014

Dua di Antara Tiga

Dua di antara tiga...
Sepi yang ku rasa.
Saat matahari tenggelam, saat langit mulai terlelap
Keramaian dan kebisingan yang ada, benar benar membuatku sepi.
Tangis pilu ini...
Membuatku merasa sendiri.
Aku sungguh merasa tak sanggup...
Air mata membasahi pipiku
Menelusuri bibir yang tersenyum ini.
Karena sungguh, air mata ini jujur.
Aku bahagia untuk kalian.