selamat hari sabtu kawan pembaca!(: ini hari apa sih? sabtu ya?...
hamintiga gue udah ulangan kenaikan kelas masa-_- doakan aku ya kawan supaya bisa mengerjakan ulangan, dapat nilai yang baik dan bisa naik kelas dengan peringkat yang bagus AMIN! hari ini, gue abis latihan paskib di sekolah gue tercinta FonsVitae1. latihan paskib ini untuk upacara hari senin, dalam rangka hari kebangkitan nasional. gue lelah teman, lelah... latihannya itu cuma seminggu, dan itupun banyak banget yang bolos-bolos, sekalinya lengkap (meskipun gapernah lengkap), eh pada minta pulang cepet. gila banget. ini latihan terakhir, tapi yang dateng, 15 orang aja gak nyampe... hedek gue, hedek. capek. kalo kayak gini mending gak usah upacara kan-_- oh iya, gue udah move on loh! cepet ya? maaf._. gue emang bukan tipe orang yang ngestuck lama-lama, paling lama aja dua bulan. wkwkwk kenapa jadi curhat gini -_-
jadi teman, post gue yang ini mau gue isi dengan sedikit hal yang gue alami selama seminggu ini. langsung aja listnya listnya...
1. di blog gue ini, gue udah ngepost dua cerpen kan? yang satu heart secret, yang satu lagi belajar melepaskan. sebenernya gue gak begitu suka bikin cerpen, gue lebih suka bikin puisi atau apalah itu. cerpen pertama yang heart secret, itu gue buat untuk permintaan maaf gue. kalo yang belajar melepaskan itu untuk tugas bahasa indonesia. tapi nyeseknya itu loh.... cerpen gue dihina, teman. cerpen gue dikatain... terus sejak post gue yang belajar melepaskan itu, gue jadi jarang ngepost disini soalnya gue kehilangan inspirasi. tapi gue sadar, setiap orang berhak berpendapat. kritik, saran, itu semua di butuhkan untuk mencapai kesuksesan. [amin.]
2. orang meninggal dimana-mana, men. maksud gue, meninggal dengan nahas. sahabat temen gue, saudara temen gue... gue jadi ngeri sendiri. bukan ngeri karena meninggal gitu, tapi karena yang meninggal itu orang-orang terdekat kita. gue gak bisa ngebayangin aja, gimana kalo nanti yang meninggal emak, atau bapak, atau adek gue... tapi emang sih, siapgasiap suatu saat kita akan dipanggil lagi ke asal kita, Tuhan Yesus.
3. gue makin percaya sama yang namanya hukum tabur tuai. apa yang ditabur sekarang, itulah yang lo tuai nantinya. dan bukan cuma gue yang berpikiran kayak gini, guru guru di sekolah gue juga berpikir kayak gitu. karena ada sesuatu hal yang terjadi di kelas gue, jadi guru gue bilang 'blabla tabur tuai' tuhkan gue bilang apa. tabur tuai = karma. apapun yang lo lakuin sekarang, itu nanti juga akan kejadian ke lo, entah apapun itu bentuknya. Tuha ngeliat, Tuhan gak tidur. oke, temen gue bilang gak boleh percaya sama karma, tapi gue percaya sama firman Tuhan, hukum tabur tuai. sekarang, mungkin gue ditampar pipi kanannya, gue kasih nih sekalian sama pipi kiri gue. tapi inget, Tuhan liat APA YANG LO PERBUAT.
4. gue percaya sama reinkarnasi. kesannya anak-anak bocah banget ya -_- soalnya, setiap hari itu orang ada yang meninggal dan ada yang lahir. setiap ada yang meninggal, pasti akan ada bayi baru yang lahir. seakan-akan, orang yang meninggal itu terlahir kembali dalam wujud bayi baru, tanpa dosa dan imut lucu polos gitu:3
5. gaboleh jahat sama orang lain. nanti kalo dijahatin balik, ngambek.
6. JANGAN PERNAH ANGGEP REMEH APAPUN. ini nih yang gue paling kesel sebenernya-_- gue paling sebel sama orang yang udah bisa ngerjain sesuatu hal, terus jadi sok gitu. misalnya, udah bisa paskib, eh malah anggep remeh dan malah main-main terus.
7. hidup itu kayak roda yang terus berputar. sekarang lo ada di atas, lo harus mau liat ke bawah, jangan sombong dan bantu orang yang ada di bawah lo. karena suatu saat kalo lo ada di bawah, siapa yang mau ngeliat & nolongin lo nantinya?
kira kira gitu deh....................
Saturday 18 May 2013
Thursday 16 May 2013
Tetap Menunggu
[I write this post, especially for my best friend.]
Sakit. Kamu tahu, seperti apa rasa sakit itu? Rasa sakit itu, saat aku melihat kamu mencintai orang lain, yang bukan aku. Sakit itu, saat aku berdua denganmu, namun pikiranmu melayang ke dirinya. Saat memegang tanganmu, tapi jiwamu seperti menggenggam kenangan akan dirinya.
Lelah, selalu menjadi yang kedua. Entah di dalam benak, hati, maupun jiwamu. Lelah, selalu dianggap tak penting. Apakah aku tak bisa sedikit saja memasuki ruang hatimu? Kamu ada di setiap sudut terdalam benak, hati dan jiwaku. Kamu bagaikan jiwaku yang hilang. Jiwaku yang meminta untuk ditemukan. Namun, sedikitkah aku di hatimu? Kurasa tidak. Kurasa setiap aku memegang tanganmu, hatimmu selalu menyebut namanya, bukan namaku. Adakah aku dibenakmu? Kurasa, benakmu hanya mengenal dia, dia, dan dia.
Selalu dia. Kamu anggap aku apa? Mainan? Aku tahu, cinta butuh waktu. Namun anehnya, semua yang terjadi padaku begitu berbeda. Apa yang ku lihat ada padamu, segala kekurangan dan kelebihanmu, semuanya sangat indah. Keindahan yang dibungkus dengan sosok yang seperti anak kecil, polos dan lucu.
Aku tahu, perasaan tak bisa dipaksa. Makanya aku katakan ini padamu: aku terus menunggu kamu. Disini. Aku harap, kamu mau menengok ke belakang, dan melihat aku yang disini menunggumu. Menahan kepedihan, saat melihat kamu mengejar dirinya. Dirinya, yang bahkan telah menemukan penggantimu.
Kamu tahu? Aku yang sayang padamu ini, mungkin selamanya akan tetap mencintaimu. Rasa sayang ini bukan rasa sayang main-main. Sedikitlah saja menengok ke belakang, dan lihat aku, yang menyayangimu tanpa meminta apa-apa. Yang bersedia menyayangimu dengan menerima apa adanya kamu.
Kalau suatu saat nanti, kamu lelah dan butuh tempat untuk bersandar, aku ada disini, menunggu, menunggu dan menunggu.
Menunggu kamu.
Sakit. Kamu tahu, seperti apa rasa sakit itu? Rasa sakit itu, saat aku melihat kamu mencintai orang lain, yang bukan aku. Sakit itu, saat aku berdua denganmu, namun pikiranmu melayang ke dirinya. Saat memegang tanganmu, tapi jiwamu seperti menggenggam kenangan akan dirinya.
Lelah, selalu menjadi yang kedua. Entah di dalam benak, hati, maupun jiwamu. Lelah, selalu dianggap tak penting. Apakah aku tak bisa sedikit saja memasuki ruang hatimu? Kamu ada di setiap sudut terdalam benak, hati dan jiwaku. Kamu bagaikan jiwaku yang hilang. Jiwaku yang meminta untuk ditemukan. Namun, sedikitkah aku di hatimu? Kurasa tidak. Kurasa setiap aku memegang tanganmu, hatimmu selalu menyebut namanya, bukan namaku. Adakah aku dibenakmu? Kurasa, benakmu hanya mengenal dia, dia, dan dia.
Selalu dia. Kamu anggap aku apa? Mainan? Aku tahu, cinta butuh waktu. Namun anehnya, semua yang terjadi padaku begitu berbeda. Apa yang ku lihat ada padamu, segala kekurangan dan kelebihanmu, semuanya sangat indah. Keindahan yang dibungkus dengan sosok yang seperti anak kecil, polos dan lucu.
Aku tahu, perasaan tak bisa dipaksa. Makanya aku katakan ini padamu: aku terus menunggu kamu. Disini. Aku harap, kamu mau menengok ke belakang, dan melihat aku yang disini menunggumu. Menahan kepedihan, saat melihat kamu mengejar dirinya. Dirinya, yang bahkan telah menemukan penggantimu.
Kamu tahu? Aku yang sayang padamu ini, mungkin selamanya akan tetap mencintaimu. Rasa sayang ini bukan rasa sayang main-main. Sedikitlah saja menengok ke belakang, dan lihat aku, yang menyayangimu tanpa meminta apa-apa. Yang bersedia menyayangimu dengan menerima apa adanya kamu.
Kalau suatu saat nanti, kamu lelah dan butuh tempat untuk bersandar, aku ada disini, menunggu, menunggu dan menunggu.
Menunggu kamu.
Pangeran dan Upik Abu
Aku ingat, waktu kecil, aku selalu memimpikan kisah cinta yang indah selayaknya seorang tuan puteri dan pangeran. Ehm, maksudku, upik abu dan pangeran. Upik abu yang secara fisik terlihat miskin, dan sang pangeran yang tampan dan kaya raya.
Beranjak dewasa, aku mengetahui bahwa upik abu dan pangeran itu hanyalah dongeng. namun, entah mengapa aku masih ingin percaya. Dongeng yang indah, dan selalu berakhir bahagia. Aku benar-benar mengharapkan dongeng itu terjadi. Aku sebagai upik abu, dan kamulah pangerannya.
Meskipun aku berharap dongeng itu benar benar terjadi, namun aku tetap bisa membedakan dunia nyata dan dunia mimpi. Pangeran di negeri dongeng yang ku impikan, amat tampan dan kaya. Kamu, pangeran yang kutemui di dunia nyata, bukanlah pangeran tampan yang memiliki istana; dan dia bukanlah pangeran yang disegani banyak orang. Tapi, entah mengapa aku tetap menyukaimu, dengan apa adanya kamu. Tetap menyukai pangeran dunia nyataku, dibandingkan pangeran dunia mimpiku. lebih menyukai kamu yang memiliki kelebihan dan kekurangan, bukan pangeran dunia mimpi yang perfect.
Jarum jam terus berputar ke kanan, tanpa bisa ku geser lagi ke kiri. Tanpa bisa ku ulang. Aku menyadari sesuatu. Upik abu mencintai pangeran bukan karena pangeran itu kaya raya dan tampan. Begitu juga dengan pangeran, ia tidak melihat upik abu begitu sederhana, dan terlihat miskin. Mereka saling menatap, dan mereka melihat sesuatu itu, sesuatu yang membuat mereka saling jatuh cinta. Kejujuran. Kepolosan. Keluguan. Kepercayaan. Kebaikan. Kelebihan. Kekurangan. Harapan.
Namun, kembali lagi. itu semua hanya dongeng. Aku dan kamu, disatukan oleh mimpi dan di pisahkan oleh realita. Dongeng mungkin berakhir bahagia. Kisahku dan kamu, siapa yang tahu? :))
Beranjak dewasa, aku mengetahui bahwa upik abu dan pangeran itu hanyalah dongeng. namun, entah mengapa aku masih ingin percaya. Dongeng yang indah, dan selalu berakhir bahagia. Aku benar-benar mengharapkan dongeng itu terjadi. Aku sebagai upik abu, dan kamulah pangerannya.
Meskipun aku berharap dongeng itu benar benar terjadi, namun aku tetap bisa membedakan dunia nyata dan dunia mimpi. Pangeran di negeri dongeng yang ku impikan, amat tampan dan kaya. Kamu, pangeran yang kutemui di dunia nyata, bukanlah pangeran tampan yang memiliki istana; dan dia bukanlah pangeran yang disegani banyak orang. Tapi, entah mengapa aku tetap menyukaimu, dengan apa adanya kamu. Tetap menyukai pangeran dunia nyataku, dibandingkan pangeran dunia mimpiku. lebih menyukai kamu yang memiliki kelebihan dan kekurangan, bukan pangeran dunia mimpi yang perfect.
Jarum jam terus berputar ke kanan, tanpa bisa ku geser lagi ke kiri. Tanpa bisa ku ulang. Aku menyadari sesuatu. Upik abu mencintai pangeran bukan karena pangeran itu kaya raya dan tampan. Begitu juga dengan pangeran, ia tidak melihat upik abu begitu sederhana, dan terlihat miskin. Mereka saling menatap, dan mereka melihat sesuatu itu, sesuatu yang membuat mereka saling jatuh cinta. Kejujuran. Kepolosan. Keluguan. Kepercayaan. Kebaikan. Kelebihan. Kekurangan. Harapan.
Namun, kembali lagi. itu semua hanya dongeng. Aku dan kamu, disatukan oleh mimpi dan di pisahkan oleh realita. Dongeng mungkin berakhir bahagia. Kisahku dan kamu, siapa yang tahu? :))
Thursday 9 May 2013
CERPEN - Belajar Melepaskan.
Semuanya
terjadi tanpa di rencanakan. Dimulai dari percakapan singkat antara dua orang
– aku, dan Aldi.
∞
“Nanti lo kuliah, mau ambil jurusan
musik ya?” tanyaku, lewat aplikasi pesan singkat – BBM.
“Nggak lah Chel, gue ambil jurusan yang
lain. Tapi, main musik tetep jadi hobi gue.” balasnya.
Oh iya, aku lupa mengenalkan diri.
Namaku Rachel Margaretha, biasanya dipanggil Rachel. Minggu pagi ini, aku –
seperti biasa – tiduran di kamar, sambil memegang ponsel serta membuka laptop.
Aku adalah siswi salah satu SMA swasta di Jakarta. Aku duduk di kelas X,
tepatnya di X5.
Pagi ini, kebetulan aku sedang
berkirim pesan singkat lewat BBM; dengan seorang temanku yang bernama Aldi. Aku
penasaran, apakah Aldi mau masuk jurusan musik nanti setelah kuliah? Kenapa
tiba-tiba aku bisa berpikiran seperti ini? Karena ia memiliki kemampuan
bernyanyi yang bagus. Suaranya amat merdu, dan ia juga pandai bermain alat
musik. Yah, setidaknya, ia berusaha belajar memainkan alat musik itu.
“Oh, gue kira lo mau masuk jurusan
musik.” sahutku singkat.
“Hahaha, nggak lah. Tapi sekarang gue
lagi punya accoustic project nih.”
“Ohya? Hebat dong! Eh, gue mau ikutan
boleh gak?” tanyaku, hanya bercanda. Namun, reaksi yang diberikan Aldi sangat
mengejutkan.
“Boleh, coba dulu aja nyanyi, cover
lagu apa kek gitu.” sahut Aldi, datar.
Aku memberanikan diri, dan memilih
untuk menyanyikan lagu Perahu Kertas yang dinyanyikan oleh Maudy Ayunda. Aku
merekamnya melalui voice note, dan
segera mengirimnya ke Aldi.
“Bagus Chel suara lo. Ikut aja sama
accoustic project gue.”
“Serius? YES! Okee, anggotanya cowok
semua atau cewek cowok?”
“Cewek cowok kok.” balasnya singkat.
“YES! Oke. Anggotanya siapa aja?”
tanyaku, terlalu bersemangat.
“Gue sebagai vokalis, Adi sebagai cajoon player, Dias sebagai bassist, Richard dan Marsha sebagai
gitaris.” Tanpa sadar, aku menghembuskan napas lega. Karena, aku mengira
manusia bernama “Marsha” ini adalah perempuan, sama seperti aku.
Aku memberanikan diri bertanya. “Eh,
bagi pin mereka dong.”
“Nih, gue kasih pinnya.” Lalu, Aldi
pun memberikan pin bb Marsha dan Dias kepadaku.
Aku meng-invite pin bb mereka, dan mereka segera meng-accept request-ku. Aku penasaran, seperti apa sih wajah mereka? Aku
membuka foto yang mereka tampilkan di profile
BBM mereka. Lalu aku terkaget.
‘Loh,
Marsha itu cowok?’ pikirku. Lalu, aku segera bertanya kepada Aldi.
“Woi Di, Marsha itu cewek atau cowok?”
tanyaku langsung ke intinya.
“Cowok lah-_-“ sahut Aldi.
“Terus ceweknya siapa?”
“Ya elu lah.” ASTAGA ALDI.
“Yaampun……” sahutku. Aku terkejut,
berarti, aku adalah perempuan satu-satunya dalam band ini? Aku mengirim pesan
pada Marsha, dengan bermodalkan ‘hai’. Dan, disinilah awal percakapan kami. Serta
awal dari cerita ini.
∞
“Hai, gue Rachel, temennya Aldi. Salam
kenal yaJ” aku memandang sebentar pesan yang
ku tulis di aplikasi pesan singkat itu – dan memencet enter untuk
mengirimkannya. Tak berapa lama, Marsha membalas BBM-ku.
“Hai juga, gue Marsha, salam kenalJ” katanya. Dari pesan sesingkat
itupun, aku langsung tahu, dia orang yang baik.
Kami berkirim pesan cukup lama, tak
menyadari jarum jam terus berputar. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 01.47.
“Lo gak tidur? Besok sekolah kan?”
“ASTAGA. Iya gue besok sekolah. Lo
juga kan? Jangan tidur malem-malem coy” kataku sambil bercanda dan bersiap-siap
tidur.
“Gue udah lulus, gue tiga tahun di
atas Aldi.” sahut Marsha.
Aku menatap layar ponselku selama
beberapa detik, dan baru menyadari apa maksud dari isi pesan itu. HAH?! Batinku, terkaget.
“Lo… Tiga tahun lebih tua daripada
Aldi?! GUE HARUSNYA PANGGIL LO KAK.” Kukirim pesan itu.
“Woles aja kali sama gue, Aldi juga
panggil gue Marsha.”
“GABISA. Mulai sekarang gue akan
panggil lo kak. Eh gue tidur dulu yaa.”
“Iya. Goodnight(:” Balasnya. Pesan
itu, mengakhiri percakapan kami hari itu.
Keesokan harinya, dan juga seterusnya,
kami hanya berkirim pesan jika ada hubungannya dengan band yang baru saja kami bentuk bersama-sama. Suatu hari, ia
mengirimiku pesan.
“Chel, Sabtu ini gue sama Aldi bisa ke
rumah lo gak? Kita coba ngumpul aja dulu. Rumah lo dimana?”
“Bisa kok, rumah gue di cawang. Kalian
susah nanti cari alamatnya-_- gini deh, lo tau gereja Antonius kan? Kalian
kesana aja, nanti kalo udah deket kasih tau gue. gue jemput kalian nanti, terus
kita sama-sama naik angkot ya.”
“Gue sama Aldi bawa gitar, Chel.”
“Ya gapapa, emang kenapa? Malu? Yaudah
gak usah.” balasku. Tak berniat ketus, namun dikira ketus.
“Iya deh iya, okee sampai ketemu Sabtu
ya(:” kata Kak Marsha, mengakhiri percakapan kami.
∞
Hari Sabtu. Sekarang pukul 10, dan aku
telah menunggu mereka di halaman gereja. Kemana
nih manusia dua, kok gak dateng-dateng. batinku.
Setengah 11, dan akhirnya mereka
muncul membawa dua gitar. Aldi duduk di belakang, berarti yang mengendarai
motor itu Kak Marsha.
Aldi, aku sudah pernah bertemu, jadi
aku tidak usah menggambarkan rupa dan seperti apa orangnya. Kak Marsha, dia
tinggi, rambutnya cepak berantakan, alisnya tebal, matanya bulat dan berwarna
cokelat kehitaman, pipinya gendut, dan dia berpenampilan sangat santai. Kesan
pertama, cukup bagus.
Aku segera mengajak mereka ke rumah,
dan kami berbincang-bincang, bernyanyi, namun aku masih takut-takut
mengeluarkan suara. Sampai akhinya jam 2, mereka memilih untuk pulang, karena
Aldi ada tugas di gerejanya.
Malamnya, aku mengirim pesan singkat
pada Aldi dan Kak Marsha. Aku mengucapkan terimakasih, mereka mau jauh-jauh ke
rumahku, padahal rumah mereka di Bekasi. Sejak pertemuan kami bertiga, entah
mengapa aku dan Kak Marsha semakin dekat.
Kami berkirim pesan singkat lewat BBM,
lalu terkadang kak Marsha mengirim suara dia yang sedang bernyanyi dan bermain
gitar. Saat mendengar suaranya, entah mengapa, hatiku berdesir. Hatiku bagai
tersetrum listrik berkekuatan rendah, namun anehnya, geli, bukan sakit. Lalu, tanpa
ku sadari, sebenarnya aku telah sayang padanya.
Hari demi hari terus berjalan. Kami
menjalani hari-hari seperti biasa, menjalani kehidupan masing-masing. Namun
pesan-pesan yang dia kirimkan kepadaku, entah mengapa membuat hariku terasa
lebih spesial.
Rasanya, setiap kali ia mengirimkan
pesan singkat yang berisikan perhatian, kebaikan dan kejahilannya kepadaku, aku
seperti memiliki sayap, dan diterbangkan ke awan harapan.
Namun, rasanya ada hal yang
mengganjal. Aku selalu bertanya-tanya, apakah dia memiliki perasaan yang sama
selayaknya aku memiliki perasaan terhadapnya? Ataukah, hanya aku yang memiliki
perasaan ini? Atas dasar penasaran dan iseng, aku bertanya padanya: “Eh, kalo
gue suka sama lo gimana?”
“Gapapa kok, kalo lo suka atau sayang
sama gue, hati mana ada yang tau, Chel. Tapi kalo misalnya orang itu sayang
sama orang lain, lo gak boleh kecewa. Anggap aja suka dan sayang itu seperti
harapan dan mimpi. Kalau harapan atau mimipi itu gak tercapai, lo gak boleh
kecewa. Karena gak semua kenyataan sesuai sama yang lo pengenin.”
Aku kehabisan kata-kata. Lalu, tanpa
sadar, aku mengirim pesan ini: “Gue sayang lo, bego.” Hhh, habislah sudah.
Tanpa sengaja. Aku tak bermaksud untuk mengirim pesan seperti itu. Namun,
balasan yang dikirim olehnya, lebih membuatku terkejut.
“Gue juga sayang sama lo, sebagai adek
gue.”
Kaget. Kaget. Kaget. Bahkan,
kusebutkan kaget tiga kalipun belum cukup untuk menggambarkan perasaanku. Aku
sadar, bahwa perasaanku tak terbalas. Dan kesalahanku terletak disini. Aku
tetap berharap.
∞
Kami menjalani hari-hari seperti
biasa. Berkirim pesan, berkirim voice
note, dan seterusnya. Pada satu hari, aku membuka twitter dan melihat kak Marsha berbincang dengan seseorang bernama
Fani. Entah mengapa, aku tak suka. Karena, aku merasa Fani suka kak Marsha.
Ternyata, benar perkataanku. Fani dan aku berkenalan, dan akhirnya kami menjadi
dekat. Fani bercerita kepadaku, bahwa ia suka dan sayang pada kak Marsha.
Tetapi, Fani jauh di Bali sana dan kak Marsha di Jakarta, disini, bersamaku.
∞
"Kamu gak benar-benar punya perasaan itu
kan? Itu semua, cuma bohong, kan?" Kalimat itu yang keluar dari mulut kak
Marsha, saat ia mengetahui perasaanku.
Ya, aku memang memberanikan diri
berkata kepadanya mengenai perasaanku ini. Maksudku, sambil bercanda. Aku tak
sanggup jika harus terus menahan dan menahan.
Aku tersenyum pedih sambil menatap
layar ponselku. Mungkin, memang dia hanya menganggap aku adiknya. Mungkin,
memang kesalahanku terletak pada berharap.
“IYA LAH BOONG. Menurut lo aje ye, gue
naksir sama lo. Iiiih~ Lo kan udah punya Fani,” balasku via BBM.
“Bagus deh, soalnya gue sayang sama lo
sebagai adek gue, Chel”
Tanpa terasa, sebutir air mata
menetes.
∞
Aku tahu, dia peka. Aku tahu, dia
merasakan tatapanku yang menatap tepat dimatanya. Aku bukannya terlalu berani
mengungkapkan, tapi memang aku bukan tipe yang bisa memendam perasaan. Ah, biarlah. Biarkan aku dengan perasaanku,
dan biarkan dia dengan pikirannya dan kepekaan hatinya. Biarkan dia dengan
Fani, dan aku dengan diriku. Hubungan kami kini, hanya sebatas kakak dan adik,
dan juga anggota band yang sama.
Kesalahanku memang terletak pada “berharap” dan tetap menunggu jika suatu
saat nanti dia mungkin bisa sayang padaku lebih dari kakak ke adiknya. Mungkin,
memang tak setiap pertemuan harus di satukan. Karena, jika takdir siap
mempertemukan, takdir juga siap memisahkan. Dan aku, akan belajar melepaskan.
∞
Menunggu
selalu ada di setiap cerita. Yang tidak bisa kamu prediksikan, adalah akhir
dari cerita itu. Terkadang, akhir ceritanya tak selalu sesuai dengan yang kamu
harapkan. Tak semua cerita berakhir bahagia. Aku dan kamu, misalnya.
Aku
dipertemukan denganmu, tanpa kesengajaan. Tanpa kusangka, tanpa di duga. Seiring
jarum jam yang terus berputar,Aku dan kamu semakin dekat. "Kita."Aku
berani mengganti 'aku' dan 'kamu' menjadi "kita", karena tanpa ku
tebak, ternyata muncul sebuah perasaan yang dinamakan 'cinta'.
Secercah
cahaya yang dinamakan 'harapan' mulai tumbuh dalam hatiku. Sedikit, demi
sedikit. Perhatianmu, dan canda tawamu, semua itu membuatku terbuai. Membuatku
terbang ke awan harapan, bukan lagi tanah realita.
Namun,
ketika cahaya itu telah menyala terang, kamu, berkata bahwa perasaanmu tak lebih
dari seorang kakak ke adik.Tetapi aku tetap menunggumu. Apakah aku menunggu
sesuatu yang pasti?
Suatu hari, kamu memperjelas
perasaanmu.Entah mengapa, sepertinya sayapku patah. Sayap yang membawaku
terbang ke awan harapan. Dan seketika, aku terjatuh. Terjatuh ke tanah realita.
Mataku
mulai melihat, bahwa harapan itu kosong. Realita ini telah mengembalikanku ke
alam sadar. Harapan yang selama ini ku impikan, ternyata adalah hal yang
transparan, dan tak bisa ku raih.
Cahaya
yang ada di hatiku, perlahan mulai meredup.Redup, redup, dan semakin redup. Cahaya
itu semakin mengecil, tak sanggup menghadapi tanah realita sendirian.
Lihat?Tak
semua cerita berakhir bahagia.Tak semua cerita bisa berakhir sesuai harapanmu. Tak
semua cerita bisa menyatukan 'aku'; dan 'kamu' menjadi "KITA".
∞
Wednesday 8 May 2013
Cinta Antara Tiga Hati
Satu cinta.
Dua pilihan.
Tiga hati.
Aku, kamu, dan dia.
Aku dan kamu, kamu dan dia. Aku menyayangimu selayaknya seorang kakak. Kamu menyayangiku selayaknya seorang adik, atau begitulah sekiranya yang kutebak. Kamu menyayangi dia, dan kalian memiliki status. Pacar. Ternyata, perasanku ini berkembang. Berkembang, dan ternyata aku mengalami rasa yg namanya 'cinta'. Aku mencintaimu, kamu mencintai dia.
Saat aku menyatakan padamu, tanpa kuduga, ternyata kamu membalas perasaanku. Jadi, beginilah sekiranya:
Aku mempunyai satu hati, kuberikan kepadamu seorang. Dia memiliki satu hati, diberikannya kepadamu seorang. Kamu, memiliki satu hati dan satu cinta; tapi kamu membaginya untukku — dan dia.
Saat kamu bersamanya, aku hanya bisa tersenyum, walau hatiku rasanya seperti tertusuk ribuan jarum. Senin; Selasa; Rabu; Kamis; Jumat. Hari demi hari berjalan begitu lama. Akhirnya sampailah kita di penghujung minggu. Sabtu & Minggu. Kamu sepenuhnya milikku.
Bumi terus berotasi. Hubungan kita semakin dekat. Tetapi, kamu dan dia semakin jauh. Renggang. Aku bingung. Apakah kamu mempunyai perasaan kepadaku? Apakah aku dan kamu bisa menyatukan perasaan ini? Apakah sebentar lagi hubungan kalian akan berakhir?
Aku tersadar. Hubunganku denganmu, semuanya tidak benar. Posisiku disini sebagai orang ketiga. Aku tak sanggup lagi menahan perasaan ini. Tanpa sadar, sebutir air mata menetes. Pikiranku menjadi kacau. Ingin rasanya aku menjauh, dan pergi dari hidupmu. Tapi entah mengapa, aku tak rela. Ternyata, aku jatuh terlalu dalam. Terlalu dalam di hidupmu.
Kamu terus menjanjikan, bahwa kamu akan meninggalkan dia. Tetapi apa faktanya? Setiap menit dan detik, kudengar janji janji itu. Tapi kamu tak pernah benar benar meninggalkannya.
Aku ingin mengakhiri semua ini. Tapi bagaimana? Aku telah terlibat terlalu jauh. Apakah aku harus melanjutkan hubungan ini? Apakah aku harus tetap menjadi orang ketiga? Aku lelah. Hati ku lelah.
Seandainya hatiku bisa bicara, hati ku ingin sekali berteriak menangis. Hatiku ingin berteriak, "Hei hati yang disana! Aku membutuhkanmu! Aku lelah, aku butuh kamu untuk melindungi dan menjagaku!"
Kalau memang kamu ditakdirkan untuk bersamaku, aku pasti akan bersatu denganmu. Suatu saat nanti.
Dua pilihan.
Tiga hati.
Aku, kamu, dan dia.
Aku dan kamu, kamu dan dia. Aku menyayangimu selayaknya seorang kakak. Kamu menyayangiku selayaknya seorang adik, atau begitulah sekiranya yang kutebak. Kamu menyayangi dia, dan kalian memiliki status. Pacar. Ternyata, perasanku ini berkembang. Berkembang, dan ternyata aku mengalami rasa yg namanya 'cinta'. Aku mencintaimu, kamu mencintai dia.
Saat aku menyatakan padamu, tanpa kuduga, ternyata kamu membalas perasaanku. Jadi, beginilah sekiranya:
Aku mempunyai satu hati, kuberikan kepadamu seorang. Dia memiliki satu hati, diberikannya kepadamu seorang. Kamu, memiliki satu hati dan satu cinta; tapi kamu membaginya untukku — dan dia.
Saat kamu bersamanya, aku hanya bisa tersenyum, walau hatiku rasanya seperti tertusuk ribuan jarum. Senin; Selasa; Rabu; Kamis; Jumat. Hari demi hari berjalan begitu lama. Akhirnya sampailah kita di penghujung minggu. Sabtu & Minggu. Kamu sepenuhnya milikku.
Bumi terus berotasi. Hubungan kita semakin dekat. Tetapi, kamu dan dia semakin jauh. Renggang. Aku bingung. Apakah kamu mempunyai perasaan kepadaku? Apakah aku dan kamu bisa menyatukan perasaan ini? Apakah sebentar lagi hubungan kalian akan berakhir?
Aku tersadar. Hubunganku denganmu, semuanya tidak benar. Posisiku disini sebagai orang ketiga. Aku tak sanggup lagi menahan perasaan ini. Tanpa sadar, sebutir air mata menetes. Pikiranku menjadi kacau. Ingin rasanya aku menjauh, dan pergi dari hidupmu. Tapi entah mengapa, aku tak rela. Ternyata, aku jatuh terlalu dalam. Terlalu dalam di hidupmu.
Kamu terus menjanjikan, bahwa kamu akan meninggalkan dia. Tetapi apa faktanya? Setiap menit dan detik, kudengar janji janji itu. Tapi kamu tak pernah benar benar meninggalkannya.
Aku ingin mengakhiri semua ini. Tapi bagaimana? Aku telah terlibat terlalu jauh. Apakah aku harus melanjutkan hubungan ini? Apakah aku harus tetap menjadi orang ketiga? Aku lelah. Hati ku lelah.
Seandainya hatiku bisa bicara, hati ku ingin sekali berteriak menangis. Hatiku ingin berteriak, "Hei hati yang disana! Aku membutuhkanmu! Aku lelah, aku butuh kamu untuk melindungi dan menjagaku!"
Kalau memang kamu ditakdirkan untuk bersamaku, aku pasti akan bersatu denganmu. Suatu saat nanti.
Cerita Tentang Kita
Menunggu selalu ada di setiap cerita.
Yang tidak bisa kamu prediksikan, adalah akhir dari cerita itu.
Terkadang,
Akhir ceritanya tak selalu sesuai dengan yang kamu harapkan.
Tak semua cerita berakhir bahagia.
Aku dan kamu, misalnya.
Aku dipertemukan denganmu, tanpa kesengajaan.
Tanpa kusangka, tanpa di duga.
Seiring jarum jam yang terus berputar,
Aku dan kamu semakin dekat.
"Kita."
Aku berani mengganti 'aku' dan 'kamu' menjadi "kita",
Karena tanpa ku tebak,
Ternyata muncul sebuah perasaan yang dinamakan 'cinta'.
Secercah cahaya yang dinamakan 'harapan' mulai tumbuh dalam hatiku.
Sedikit, demi sedikit.
Perhatianmu, dan canda tawamu,
Semua itu membuatku terbuai.
Membuatku terbang ke awan harapan,
Bukan lagi tanah realita.
Namun,
Ketika cahaya itu telah menyala terang,
Kamu, berkata bahwa perasaanmu tak lebih dari seorang kakak ke adik.
Tetapi aku tetap menunggumu.
Apakah aku menunggu sesuatu yang pasti?
Suatu hari, kamu memperjelas perasaanmu.
Entah mengapa,
Sepertinya sayapku patah.
Sayap yang membawaku terbang ke awan harapan.
Dan seketika, aku terjatuh.
Terjatuh ke tanah realita.
Mataku mulai melihat, bahwa harapan itu kosong.
Realita ini telah mengembalikanku ke alam sadar.
Harapan yang selama ini ku impikan,
Ternyata adalah hal yang transparan, dan tak bisa ku raih.
Cahaya yang ada di hatiku,
Perlahan mulai meredup.
Redup, redup, dan semakin redup.
Cahaya itu semakin mengecil, tak sanggup menghadapi tanah realita sendirian.
Lihat?
Tak semua cerita berakhir bahagia.
Tak semua cerita bisa berakhir sesuai harapanmu.
Tak semua cerita
Bisa menyatukan 'aku'; dan 'kamu'
Menjadi "KITA".
Yang tidak bisa kamu prediksikan, adalah akhir dari cerita itu.
Terkadang,
Akhir ceritanya tak selalu sesuai dengan yang kamu harapkan.
Tak semua cerita berakhir bahagia.
Aku dan kamu, misalnya.
Aku dipertemukan denganmu, tanpa kesengajaan.
Tanpa kusangka, tanpa di duga.
Seiring jarum jam yang terus berputar,
Aku dan kamu semakin dekat.
"Kita."
Aku berani mengganti 'aku' dan 'kamu' menjadi "kita",
Karena tanpa ku tebak,
Ternyata muncul sebuah perasaan yang dinamakan 'cinta'.
Secercah cahaya yang dinamakan 'harapan' mulai tumbuh dalam hatiku.
Sedikit, demi sedikit.
Perhatianmu, dan canda tawamu,
Semua itu membuatku terbuai.
Membuatku terbang ke awan harapan,
Bukan lagi tanah realita.
Namun,
Ketika cahaya itu telah menyala terang,
Kamu, berkata bahwa perasaanmu tak lebih dari seorang kakak ke adik.
Tetapi aku tetap menunggumu.
Apakah aku menunggu sesuatu yang pasti?
Suatu hari, kamu memperjelas perasaanmu.
Entah mengapa,
Sepertinya sayapku patah.
Sayap yang membawaku terbang ke awan harapan.
Dan seketika, aku terjatuh.
Terjatuh ke tanah realita.
Mataku mulai melihat, bahwa harapan itu kosong.
Realita ini telah mengembalikanku ke alam sadar.
Harapan yang selama ini ku impikan,
Ternyata adalah hal yang transparan, dan tak bisa ku raih.
Cahaya yang ada di hatiku,
Perlahan mulai meredup.
Redup, redup, dan semakin redup.
Cahaya itu semakin mengecil, tak sanggup menghadapi tanah realita sendirian.
Lihat?
Tak semua cerita berakhir bahagia.
Tak semua cerita bisa berakhir sesuai harapanmu.
Tak semua cerita
Bisa menyatukan 'aku'; dan 'kamu'
Menjadi "KITA".
Saturday 4 May 2013
Cerita Baru.
Setiap hari, aku memiliki
cerita baru. Maksudku, cerita baru untuk kubagikan kepada kamu, yang membaca
ini. Setiap bangun pagi, aku selalu melirik jam dan berpikir. Entah apa yang
kupikirkan, aku sering kali asik sendiri, dengan pikiranku yang
melayang-layang.
Dan saat aku sedang
memikirkan begitu banyak hal; muncullah DIA.
Dia, mengambil begitu
besar bagian dalam hati dan pikiranku. Lalu, aku kembali mengenang saat aku
mengenal dia untuk pertama kali.
Dengan bermodalkan sebuah “Hai”,
aku memberanikan diri menyapanya. Awalnya, aku sama sekali tidak memiliki
niatan untuk menyukai, bahkan menyayangi dia. Namun, Tuhan berkata lain.
Semakin sering kami
berkirim pesan melalui aplikasi BBM, entah mengapa aku merasa kami menjadi semakin
dekat. Lalu, kami-pun bertemu. Pertama kali aku melihatnya, pembawaannya yang
santai dan murah senyum telah memesonaku. Dia tinggi, matanya berwarna cokelat
[warna mata kesukaanku], alis matanya tebal dan membuat matanya menjadi teduh.
Entah apa yang aku rasakan
ini, kagum, atau perasaan lainnya. Ketika ia memainkan jemarinya di atas senar
gitar dengan begitu lembut, entah mengapa, aku terpana melihat kelihaiannya
dalam menghasilkan nada dari alat musik yang di sebut gitar itu.
Kami semakin dekat, dan
dekat; perhatiannya kepadaku membuat aku semakin merindukan sosoknya yang
santai. Lalu, ia mengenalkan aku pada suatu perasaan yang dinamakan cinta.
Ia pernah berbicara
kepadaku mengenai hal yang dinamakan cinta ini; awalnya aku hanya berkata: “Cinta
itu hanya ada di negeri dongeng, dengan seorang putri dan seorang pangeran yang
akhirnya akan hidup bahagia. Tapi, gak semua dongeng bisa berakhir bahagia.”
Dia hanya tertawa mendengar responku dan berkata: “Haha, ya, lihat saja nanti.”
Seiring waktu berjalan dan
bumi yang terus ber-rotasi, kami semakin dekat, dekat, dan dekat. Dan tahu-tahu,
aku sayang padanya. Apakah ini dongeng? Dimana dialah pangerannya, dan akulah
putrinya? Kalaupun ini sebuah dongeng, dongeng ini tidak akan berkahir bahagia.
Dia berkata kepadaku,
bahwa perasaannya kepadaku hanyalah sebatas sayang kakak kepada adiknya, tidak
lebih. Kesalahanku terletak disini; aku tetap berharap. Aku sendiri yang telah
menorehkan luka dan mengukir namanya begitu dalam; di hatiku.
Suatu hari, dia berkata
kepadaku bahwa perasaannya benar-benar sebatas kakak ke adiknya. Hatiku seperti
di jatuhkan dari puncak menara Eiffel, segera hancur begitu menyentuh tanah.
Aku tidak bisa berharap
lagi. Aku lelah, berharap pada sesuatu yang sebenarnya tidak bisa menjadi
milikku. Semua perhatiannya, kebaikannya, candaannya, kejahilannya, sebatas
rasa sayang kakak ke adiknya.
Perkenalan antara ‘Cinta’
denganku, tidak berjalan begitu baik. Pertama kali aku mengenal cinta, aku kira
dia begitu indah, tetapi ternyata, cinta itu jugalah yang membuatku seakan
masuk ke dalam mimpi terburukku.
Sebentar lagi dia akan
pergi jauh, aku pasti akan merindukannya. Namun, aku tak bisa menahannya
disini, aku harus membiarkan dia mengejar mimpinya, meraih semua yang dia
inginkan.
Kebahagiaan dia mungkin
bukan denganku. Aku yakin, dia akan menemukan seseorang yang bisa menerima
kekurangan dan kelebihan dia tanpa harus mengeluh, bisa menerima kekurangan dia
yang rendah diri, sangat suka tidur, pemalas, dan gila; juga bisa menerima
kekurangan keluarganya, tanpa harus memandang rendah.
Misalnya, aku.
Friday 3 May 2013
end-less feeling.
“Aku tahu kok tentang
perasaanmu. Aku cukup peka dari awal kita bertemu, tapi aku memang tidak dapat
memberikan harapan yang belum pasti dapat kuberikan. Makanya, aku berpura-pura
tidak peka.”
Seuntai kalimat itu
membuatku terdiam. Ternyata dia cukup peka. Aku bukannya terlalu berani
mengungkapkan, tapi memang aku bukan tipe yang bisa memendam perasaan. Aku tak
pernah berharap lebih pada sesuatu yang aku tahu tak akan menjadi milikku.
Mungkin kamu yang
membaca ini sudah bosan, berulang kali aku berbicara tentang hal yang sama. Tapi
sayangnya, aku berbicara berulangkali mengenai hal ini, karena aku belum bisa
menemukan frasa yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanku.
Awalnya, aku tak tahu
akan bertemu dengan dia. Namun, saat berkenalan dengannya, hatiku berkata lain.
Muncul gejolak kecil dalam hatiku, dan jantungku berdebar lebih kencang. Aku tidak
ada rencana untuk menyayangi dia.
Ada lirik lagu yang
berkata: “Tuhan tolong buang rasa cintaku.” Ya, seandainya lagu itu bisa
mengusir semua rasa sayang yang menyebabkan kepedihan ini, aku ingin
membuangnya.
Terkadang, kenyataan
tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Aku belajar dari seseorang, bahwa
harapan itu sama seperti mimpi. Ketika kamu mengejar harapan itu, dan harapan
itu malah semakin menjauh, tidak sepatutnya kamu kecewa. Karena seperti yang
kubilang tadi, terkadang kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Tapi, yang kualami kini ialah perasaan yang tak berujung.
Tapi, yang kualami kini ialah perasaan yang tak berujung.
Subscribe to:
Posts (Atom)