Tuesday 23 December 2014

Seharusnya...

Seharusnya, pertemuan ini tidak ada.
Seharusnya, kita tak perlu sedekat ini.
Seharusnya, perasaan ini tidak ada.
Seharusnya, aku melangkah pergi saat tahu kamu takkan mungkin menjadi milikku.
Seharusnya, aku menjaga perasaanku.
Seharusnya, aku tidak jatuh cinta pada sosokmu yang lucu.
Seharusnya, bukan kamu.
Tapi aku jatuh cinta pada kekuranganmu dan kelebihanmu di saat yang bersamaan;
Lucunya: di setiap detik.

Saturday 15 November 2014

Manusia dan Menang

Manusia hidup di antara ketidakpastian.
Ramai tidak, sepi tidak.
Suka tidak, duka tidak.
Cinta tidak, bencipun tidak.
Seperti seutas tali yang terbentang di antara jurang,
Mereka terombang-ambing tanpa alasan.
Ke kanan salah,
Ke kiri pun salah.
Hanya bisa berjalan lurus ke depan...
Namun,
Maunya membuat jalan sendiri.
Sambil bersimbah air mata;
Seolah-olah terpaksa.
Topeng ciptaan mereka melekat begitu kuat
Kala mereka sampai di penghujung perjalanan.
Mereka bergandengan tangan seolah saling memegang,
Namun nyatanya saling mendorong dalam satu tujuan.
Menang.

Sunday 26 October 2014

Manusia

Manusia...
Mereka hidup dalam penuh kepalsuan.
Hidup dalam drama yang di buat-buat.
Hingga akhirnya...
Mereka kehilangan kepercayaan dalam hidup.
Kehilangan kepercayaan pada sahabat.
Manusia...
Mereka saling membenci dalam diam.
Saling membicarakan di antara persahabatan.
Manusia...
Semakin renggang hubungan mereka.
Tak abadi, berubah.
Namun malah rusak.

Tuesday 14 October 2014

Egois

Egoisnya saya;
Saya tidak mau memaafkan hanya karena tidak ingin kehilangan.
Kenapa ya?
Mungkin terlalu banyak benci yang membatu sehingga saya-pun benci diri saya sendiri.

Egoisnya saya;
Saya tidak ingin mengenal siapa-siapa seperti saat dekat  dengan kamu dahulu.
Karena kamu mengecewakan aku dan meninggalkan aku sendirian dengan hati yang patah.

Egoisnya saya;
Saya tidak ingin menjalin hubungan dengan begitu banyak perasaan.
Karena saya tahu bagaimana rasanya sakit hati hingga begitu berdarah.
Begitu terluka, hingga akhirnya membekas begitu dalam.

Egoisnya saya;
Saya tetap tak ingin melepaskan meskipun saya tahu kamu bukan milik saya lagi.

14 Oktober 2014

Aku sempat menjadi yang paling bahagia yang ada di sisimu.
Sempat menjadi yang paling bisa melepas rindu ketika kamu berbicara mengenai ingin bertemu...
Aku sempat menjadi yang terpenting buatmu;
(Atau sekiranya aku kira begitu?)
Menjadi sosok yang menempati relung hatimu...
Sempat menjadi dia yang kamu dekap erat hingga akhirnya luluh dalam dekapanmu.
 

Sunday 3 August 2014

03 Agustus 2014

Tangan ini selalu menuliskan cerita.
Sebenarnya, bukan tangan ini.
Tapi, jiwa yang terluka.
Terluka dalam cerita tentang cinta, kehilangan, dan kesepian.
Suatu saat, definisi takkan berarti...
Tangan ini akan melumpuh...
Namun hingga saat itu tiba,
Akankah semua kisah itu tentang kamu?

Kita sudah memilih jalan kita masing-masing.
Kita sudah saling tahu,
Bahwa lebih baik kita berjalan sendiri-sendiri.
Aku tanpa kamu.
Kamu tanpa aku.
Karena, kita hanya akan saling menyakiti jika kita memaksa untuk tetap bersama.

Namun, kamu masih memegang kekuasaan penuh atas hatiku.
Dan, aku; berusaha memungkiri kenyataan itu.

Bagaimana jika aku alihkan airmata menjadi senyum pura-pura?
Bagiku, cukup seperti ini.
Aku, dan kamu.
Tanpa kita.

Aku menulis puisi yang bertema sama,
Setiap hari,
Dan aku alamatkan pada cinta yang bermuara pada kamu.
Dengan begini,
Aku bisa menangis tanpa membuat tuli telingamu.

Friday 1 August 2014

Percayalah, Saya Mengetahuinya.

Saya tahu, bagaimana rasanya tidak di dengarkan.
Maka, saya belajar untuk mendengarkan.
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya di abaikan.
Maka, saya belajar menghargai.
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya di cemooh.
Maka, saya belajar untuk tersenyum dan mengatakan "tidak apa apa".
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya di hindari.
Maka, saya belajar untuk diam...
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya di khianati.
Maka, saya belajar untuk setia.
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya pernah dicintai, lalu di tinggal pergi.
Maka, saya tidak berani membuka hati lagi.
Untuk siapapun.
[]
Saya tahu, bagaimana rasanya kehilangan.
Percayalah, saya mengetahuinya.

Saturday 26 July 2014

Luka itu. Lagi.

Luka itu selalu ada di sana.
Tidak basah, namun juga tidak kering.
Menganga di tengah tengah kegelisahan yang menyeruak di antara hening.
Luka itu tak bisa ku sembuhkan sendiri.
Pun orang lain tak bisa menyembuhkannya.
Lalu, harus kemana ku tutup luka ini?
Kamu?
Jalan yang ku tatah sendiri ini sudah cukup berantakan.
Tak mampu ku rapikan kembali.
Semarak sinar matahari mengupas sisa lukaku malam itu...
Luka yang tak terjamah,
Membekas dalam ruang hati yang telah lama ku tinggalkan.

Friday 4 July 2014

Kenapa?

Terlalu banyak kata kenapa yang nggak bisa saya jawab...
Sayangnya, nggak ada satupun dari kamu yang bisa menjawab.
Ada seseorang yang bercerita banyak tentang langit, hujan dan cinta.
Dia bercerita, langit dan hujan di pertemukan namun tidak satu.
Lalu muncul berbagai "kenapa" yang mulai mengganggu.
Kenapa mereka di pertemukan jika nggak bisa satu?
Kenapa cinta di buat sedemikian rumit?
Dia menjawab; karena cinta nggak selamanya bahagia.
Terkadang cinta juga mengajarkan supaya kita melepaskan.
Dan saya; hanya bisa bertanya lagi.
Kenapa mereka harus jatuh cinta di awal kisah jika pada akhirnya mereka tahu tak akan sebahagia harapan mereka?
Jika akhirnya nggak bahagia, buat apa mereka jatuh cinta?
Buat merasakan kehilangan?
Kenapa harus kehilangan?
Kenapa?

Saturday 28 June 2014

Cerita Tentang Kita

Mungkin ini adalah kisah yang di tulis untuk kita.
Kisah tentang kehilangan, dan kesendirian.
Kisah tentang bagaimana dua sosok manusia yang begitu fana;
Bertemu di saat keduanya sudah mulai lelah.
Lelah mencari arti cinta yang sebenarnya.
Lelah di sakiti oleh mereka yang mengaku berlabel "tulus".
Pertemuan itu begitu singkat, untuk di sebut cinta.
Namun,
Terlalu dalam rasanya, untuk di katakan ketertarikan sementara.

Sepertinya, kisah ini seutuhnya tentang kamu.
Tetapi di sisi langit yang tak pernah ku tatap,
Ada yang menceritakan kisah ini sebagai kita.
Iya.
Kita.
Tidak aku,
Tidak juga kamu.
Kita.

Tetapi disini; di Bumi,
Rasanya terlalu muluk jika aku menulis kisah tentang kita,
Padahal aku tahu takkan pernah ada "kita" di akhir cerita ini.
Namun kisah ini terlalu indah
Untuk sekedar di ceritakan dari mulut ke mulut.

Selama aku masih berpijak di Bumi,
Mataku masih mampu menelusuri bagian-bagian langit,
Jariku masih mampu menemukan konstelasi bintang di langit malam;
Dan asa-ku masih ada...
Aku akan selalu bercerita.
Dan kisahnya selalu tentang kamu. 

Dia yang Baru Ku Temui


Cinta lagi?
Iya, cinta lagi.
Ada sebersit rasa sakit di kalimat itu.
"Cinta lagi."
Cinta?
Seperti apa rasanya?
Manis? Asam? Pahit?
Cinta?
Seperti apa bentuknya?
Bulat? Oval? Persegi?
Cinta?
Siapa?
Apakah kamu?
Cinta?
Segitunya?
Emang iya?

Friday 27 June 2014

Kisah di Antara Bintang-Bintang.

Terkaget, aku menatap langit lebih jauh.
Terpana menatap siluet yang di bentuk oleh awan-awan putih yang cantik.
Awan itu menggugah rasa lagi.
Rasa yang...
Aku sendiripun masih bingung harus menyebutnya apa.
Sejak awal pertama kita bertatap dalam senyum dan saling menyapa,
Aku tahu;
Kita akan punya kisah yang di simpan di suatu tempat di antara bintang-bintang.
Jujur...
Aku takut merasa sendirian.
Namun aku juga takut kehilangan kamu.
Rasanya,
Aku akan kehilangan lagi.
Entah itu kamu yang akan melangkah pergi,
Atau aku yang takkan mampu lagi meraihmu.
Mungkin kamu yang akan pergi.
Membawa semua memori singkat
Yang mungkin terjadi antara aku dan kamu.
Menggoreskan luka baru
Diatas bekas luka yang mulai mengering.
Aku hanya takut.
Takut melangkah lebih jauh bersama kamu,
Dan pada akhirnya kita harus berjalan bersimpangan,
Harus saling bertatap dalam airmata;
Karena tujuan kita tak sama. 

Wednesday 14 May 2014

14 Mei 2014

Dulu, dia yang mengisi hari hari itu...
Semuanya dia buat jadi lebih berwarna.
Namun setelah ia melangkah pergi...Meninggalkannya...
Perempuan itu mulai terjebak dalam tangis dan pilu di bawah atap langit.
Samar...
Dia berdiri berpijak dengan lemah di tanah.
Dunia yang fana
Yang baginya akan selalu menjadi putih dan hitam karena warnanya telah pudar.
Kini saat dia telah terlepas dari segala belenggunya...
Telah melupakannya...
Dia berjalan tanpa arah.
Kemana?
Siapa?
Tak bertujuan
Dia hanya terus melangkah;
Lunglai.

Monday 12 May 2014

Dia itu siapa? Aku-kah?

Sepasang kaki itu melangkah senada dengan angin yang bertiup.
Kaki itu terus menjejak di atas tanah.
Berjalan menuju entah kemana.
Masih terus mencari, lagi dan lagi.
Jiwa yang kosong di sertai bisikan angin,
Dia melangkah pasti.
Suatu saat, jiwa itu sampai di sebuah gubuk kecil.
Gubuk itu berisi semua tentang dirinya.
Lantai iman, pintu cinta, jendela tangis dan beratap awan.
Dia menatap langit di luar gubuk itu.
Dia mulai menata memorinya, dari semula hingga kini.
Detak jantung membuat darahnya bergejolak di seluruh tubuhnya.
Dia, yang memperhatikan namun tak di pedulikan.
Dia, manusia yang membantu dan tak pernah di gubris pendapatnya.
Dia, yang tertawa hampa tanpa seorangpun menyadarinya.
Dia, yang selalu berusaha menjadi yang terbaik namun selalu menjadi yang terburuk.
Dia, yang selalu mengudap cokelat ketika memikirkan banyak hal.
Dia, yang selalu mendengar namun tak pernah di dengar.
Dengan kata lain...
Dialah sisi terbaik dirinya, dan sisi terburuk semua orang.

Saturday 10 May 2014

Dia

Dia.
Laki laki itu.
Dia yang membuatku menulis.
Menulis dengan jiwa.
Dia yang memberiku begitu banyak kenangan...
Dia yang membuatku mengisi hari dengan tawa. Dan juga tangis.
Kini setelah kepergiannya...
Tulisan ini tanpa jiwa.
Tulisan, hanya tulisan.
Kosong, hampa.
Kertas putih yang tak mengerti jalan cerita ini
Hanya menemaniku yang duduk termangu dalam kesendirian.

Friday 9 May 2014

9 Mei 2014

Tangannya merangkai huruf demi huruf
Merangkai kata menjadi susunan kalimat.
Dia duduk terdiam di depan notebook-nya.
Ditemani segelas susu cokelat, dia mulai menulis.
Lagi.

'...
Dia adalah jiwa yang tak akan pernah utuh,
Dia akan terus mencari, dan hingga saatnya nanti akan berhenti.
Jiwanya rapuh...
Bayangan yang kamu lihat di matanya hanyalah sebuah kemunafikan.
Refleksi dirinya di kaca terlalu fana untuk kenyataannya.
Ekspresinya terlalu fiksi.
Kakinya terus melangkah di tengah jalan setapak.
Terus menjejak...
Berjalan menuju... Kemana?
Bahkan tak ada tangan yang membimbingnya!
Dia terlalu tersesat...
Sampai akhirnya, kakinya berhenti melangkah.
Ia menatap ke sekelilingnya.
Dan semua orang yang ia  temui terlalu palsu.
Seakan-akan...
Sisi terbaik dari dirinya
Adalah sisi terburuk semua orang.
...'

Dan dia menceritakan dirinya sendiri.

Saturday 3 May 2014

Dua di Antara Tiga

Dua di antara tiga...
Sepi yang ku rasa.
Saat matahari tenggelam, saat langit mulai terlelap
Keramaian dan kebisingan yang ada, benar benar membuatku sepi.
Tangis pilu ini...
Membuatku merasa sendiri.
Aku sungguh merasa tak sanggup...
Air mata membasahi pipiku
Menelusuri bibir yang tersenyum ini.
Karena sungguh, air mata ini jujur.
Aku bahagia untuk kalian.

Wednesday 16 April 2014

Tokoh Utama

Darah yang bergejolak seakan menggerakkan tangannya untuk terus menulis.
Helaian rambutnya kian hari kian menipis.
Kakinya tak sanggup lagi untuk bergerak.
Ia lelah.
Ia tak pernah cukup baik untuk siapapun.
Makanya, dia mengasingkan diri dan memilih untuk sendirian.
Dia memasang headphone dan tidak mempedulikan sekitarnya lagi.
Lagu yang diperdengarkan, memenuhi otaknya. Sejalan dengan detak jantungnya.
Mengalir bersama ketakutan di hatinya.
Dia memilih untuk menghentikan tawanya yang hampa dan kosong.
Menghentikan kata-kata yang terucap tanpa nada.
Dia jatuh.

-

Dia, sang tokoh, sering berjalan mengikuti arah matahari.
Namun, dia selalu melangkah ke arah persimpangan.
Persimpangan,
Dimana dia harus memilih.
Saat dia membulatkan tekadnya untuk memilih,
Terkadang dia masuk ke jalan buntu.
Dia mencoba untuk mundur dan berjalan di jalan lainnya.
Karena ia tahu, dia harus tetap berjalan.
Namun terkadang, dia di pertemukan dengan persimpangan lainnya.
Hingga akhirnya, dia tak lagi sanggup berjalan.
Tak sanggup berpijak.
Dan dia jatuh terduduk di antara pilihan.

Tuesday 8 April 2014

Selalu Kamu

Berbagai frasa sudah hinggap di ujung lidahku.
Ingin menyampaikan, namun dia pun takkan peduli.
Ingin mengucap, namun dia takkan menoleh sedikitpun.
Pun tidak melirik.
Merana, kaki ini terus melangkah.
Nanar, kosong dan hampa, jiwa ini terus mencari.
Jiwa yang tak lagi berdiri bersamaku, disini.
Berapa lembar lagi yang harus ku tulis?
Segalanya itu tentang kamu!
Selalu kamu.
Bukan orang lain.
Saat matahari bersinar, awan kelabu menjelma. Cerita itu selalu ada, dan segalanya selalu tentang kamu.
Terjebak dalam imajiner singkat mengenai aku dan kamu.
Aku, yang melangkah tanpa arah, tanpa tujuan.
Tanpa meninggalkan jejak, bersama angin semilir yang menghapusku.
Tak ada yang peduli, kan?

Wednesday 2 April 2014

Janji.

Coba kamu hitung seberapa sering kamu membaca tulisan fana ini: rindu.
Berbagai euforia aneh dan unik yang tercipta karena sepenggal kata itu.
Kata yang mampu membangkitkan memori yang tertidur lelap di selimuti lumpur haru biru.
Kapan lagi aku bisa menyampaikan rasa rindu ini?
Kamu pun enggak peduli.
Sama sekali gak ambil pusing dengan perasaanku ini.
Tatapan tajam yang menelanjangi ruangan ini bisa kamu rasakan, pasti.
Karena rinduku ini aku sampaikan bukan secara langsung.
Ku sampaikan lewat doa, lewat tatapan.
Yang sama sekali gak kamu ambil pusing.
Yaudah.
Selamat bahagia, ya?
Dengan cintamu yang baru.
Ini terakhir kalinya aku menulis tentang kamu.
Iya, terakhir kali.
Janji.

Sunday 30 March 2014

31 Maret 2014

Kita gak pernah tahu sampai kapan kehidupan kita bisa terus berjalan. Bisa saja saat ini aku melangkah keluar rumah dan Tuhan mengambil nyawaku.
Kita gak pernah bisa memprediksi sesering apa kita akan bisa menatap matahari dan mendengar kicauan burung yang terbang bebas di langit.
Kita gak akan pernah tahu sampai kapan nafas ini bisa terus memburu dalam pijakan kaki.
Setiap pijakan kaki yang mungkin melemah, dan setiap helai rambut yang mungkin terjatuh tanpa kita sadari.
Terkadang, manusia sulit menghargai kehidupannya sendiri dan terkadang menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang tak penting.
Untuk memikirkan hal yang sia-sia.
Dan di saat roda kehidupan itu berhenti berputar, kamu gak akan pernah bisa memutarnya lagi.

Sunday 9 February 2014

Minggu, 09 Februari 2014

Jadi hari ini gue mau share ttg pasangan tua, kakek dan nenek yang tadi ke gereja dengan jam yang sama kayak gue. Gue sering liat pasangan ini, tapi gue enggak tau namanya.

Jadi, hari ini, Minggu, 9 Feb 2014, sama seperti hari minggu biasanya. Bangun pagi, cas hp, sarapan, nonton tv, mandi terus siap2 berangkat ke gereja. Misa juga berjalan kayak biasanya. Nah, pas masuk gereja trs mau nyari tempat duduk, gue ternyata satu 'line' sama pasangan tua ini. Jadi susunannya gini: bokap, nyokap, adek gue, gue, cewek(gatausiapa), dan pasangan tua itu.

Awalnya gue ngeliat pasangan itu terus gue mikir 'kasian banget si kakek usah susah jalan, si nenek juga telaten bgt jagain dan ngerawat suaminya.' Tapi di situ gue gak liat anaknya samasekali.

Skip

Misa gt udh jalan setengah misa, trs tiba saatnya buat komuni. Nah pas komuni itu kan udh maju gt, si kakek tuh ternyata susah jalan dan susah ngegerakin anggota tubuhnya.

Skip

Pas udah duduk balik ke tempat duduk msg2, gue doa dulu. Pas selesai doa, gue duduk. Tapi gue sedikit tertarik untuk ngeliat line duduk di blkg gue yg grasa grusu nyari tisu. Gue liatin aja gt kan. Trs pas udah nemu tisunya, di kasih ke pasangan tua ini (yang duduk di line duduk gue).

Setelah gue liat2, ternyata si nenek itu nangis sesenggukan. Gue merhatiin aja tuh ya......terus gue bingung itu nenek kenapa nangis? Mungkin dia ada masalah atau beban.

NAH yang bikin gue tersentuh itu reaksi si kakek pas liat neneknya nangis sesenggukan.

Si kakek ini, seperti yg td gue udh blg, dia susah mau ngapa2in. Mau jalan susah, berdiri pun susah. Tapi pas liat si nenek nangis sesenggukan, si kakek itu mau meluk gituu tp badannya gemeteran krn (sekali lagi) dia susah ngapa2in. Terus krn dia gbs meluk si nenek, tatapan matanya sedih mau nangis gt. Akhirnya dia cuma bisa megang tangan si nenek aja sambil senyum meskipun matanya berair. (Oke gue nangis nulis ini)

Mungkin kalian semua yang baca ini bakalan berpikir 'yaelah sampah banget sih kayak ga pernah liat pasangan gitu aja' tapi menurut gue ada yang menarik dari cerita ini.

Pasangan ini menurut gue amat sangat menyentuh, bikin nangis. Antara gue cengeng atau emg beneran mengharukan sih-_- mereka udah tua, bukan lagi pasangan muda yang pacaran gitu. Mereka pasangan tua yang udah menikah mungkin selama puluhan tahun. Tapi tatapan si kakek ke si nenek bener2 menyiratkan bahwa 'ini loh istri yang saya sayang, dia yang nemenin saya dari muda sampe udah tua renta gini.' Kakek itu juga nunjukin dia pengen selalu ngelindungin istrinya itu, ga mau liat istrinya nangis....... AAAA SWEET BINGITTT. Mereka ngajarin ke gue kalo hal such as LOVE really do exist. Sayang dan cinta itu bener bener ada. Gak cuma bohong. Tergantung, kalian mau berjuang sampe akhir, atau mau berhenti di tengah jalan?:-)

Thursday 6 February 2014

Hah?

Gue gak habis pikir sama keluarga yang berusaha menjatuhkan saudaranya sendiri. Yang ngucilin saudaranya sendiri hanya karena saudaranya lebih sukses dari mereka. Yang ngiri sama saudaranya cuma karena saudaranya bisa bangkit dari jatuhnya.

Maksud gue, gini deh. Dimana2, keluarga itu kalo salah satu anggotanya ngedown ya di dukung supaya bisa bangkit. Ini? Pas lagi down makin di jatohin, pas udah bangkit malah di jerumusin. Plis deh, lagian kl org itu sukses, bisa beli ini itu, ga ngerugiin lo dan nguras dompet lo kok. Toh dia sukses karena keringetnya dia yang dia keluarin demi mendapat uang, hasil naik turun angkot karena ga punya kendaraan pribadi, pergi pagi pulang malem, kadang keluar kota. Apalagi sih hah?

Keluarga itu gak seharusnya seperti itu. Mama papa dari kecil udah ngajarin kan? Belajar menghargai dan tidak iri. Kenapa masih kekeh pengen ngejatohin orang sih? Saudara sendiri pula.

Hati dimana hati? Otak dimana otak? Di pake, jangan di jadiin cantelan doang. Kadang banyak hal menyakitkan yang di simpen org itu, yang selalu di jatuhkan, tapi mereka ga mengungkapkan. Tapi tetep aja sakit. Saudara sendiri.

Jadi orang jangan jahat. Tuhan ngeliat. Sekarang lo bisa jerumusin saudara lo, jahatin saudara lo, ngongin dari belakang dan BLABLABLA yang negatif. Tapi inget, Tuhan itu ADA & GAK TIDUR. DIA ngeliat. Meskipun lo atheis.

:)

Tuesday 28 January 2014

29 Januari 2014

Aku belajar kuat dari kelemahanku.
Belajar tersenyum dari tangisanku.
Belajar tertawa dari kesendirianku.
Menahan siksaan yang di dera hati ini.
Entah apa yang ku pikirkan.
Tak juga jera mencintai dia yang menyakiti.
Terkadang ingin rasanya ku hampiri dia dan ku bisikan ke telinganya, bahwa aku mencintai dia.
Aku sayang menyayanginya.
Namun aku hanya dapat membisikan dalam doa dan tangis.
Dalam kesunyian,
Berharap angin membawa bisikanku kepadanya.

Thursday 23 January 2014

Happy 16th, chatrine!;)

HAPPY SIXTEENTH CHATRINE! HAHAHAHA ASTAGA sumpah gue ngakak ini. Semoga panjang umur sehat selalu, langgeng langgeng dan rukun sama vindri(?) Terus makin jago pianonya, jangan sombong sombong mentang mentang punya pacar.....doain gue nyusul HAHAHA AMIN.

Gimana rasanya gue kerjain? WKWKWKWKWK gamungkin kali yah gue ngambek dan marah sama lo garagara hal kecil gt doang. Alaybgt gue -__- abis gue udah bingung mau ngerjain lo kayak gmn lg, kalo gue betein lo h-1 ultah lo, ketauan dong wkwkwkwk ga seru jadinya gue marah sama lo purapura wkwk alasannya samasekali galogis:') maapin yak.

Makin sayang sama gue dan lainlain, makin dewasa, ga childish dan ga egois lagi, jangan cengeng nangis nangis bwek:p semoga kita bisa naik kelas dan lulus dari SMA dengan nilai yg baik dan bisa masuk universitas yang kita pengenin amin!

Gitu deh kalo ga sebutin aja wishnya apa nanti gue aminin lagi wkwkwkwkwk

Wednesday 22 January 2014

Pernah terasa nyata

Semua itu pernah terasa nyata. Semua itu pernah membahagiakanku, meskipun hanya untuk sekejap mata. Namun saat kebahagiaan itu memudar, membuatku tersadar dari mimpi yang indah ini.

Disini, aku mencoba pergi dan hidup tanpamu. Bertahan, walaupun takkan mudah. Akankah kamu mengerti rasa ini? Ketulusan dan keagungan rasa ini? Berusaha menyudahi semua yang kita jalani. Kini, takkan ada lagi kita. Hanya ada rindu yang mungkin masih tersisa, bagiku. Mungkin cerita ini bukan untuk kita berdua.

Mungkin cerita ini bukan tentang kita. Tapi tentang aku dan kamu. Yang tak mungkin bisa bersatu.

4 Mei 2014

Hujan tak henti. Dinginnya angin menyerbu seisi rumah. Aku, menyelimuti tubuhku dengan sehelai selimut tebal dan ditemani dengan segelas cokelat panas.

Kutatap setiap rintiknya yang membasahi bumi. Membuat wangi hujan kembali menyeruak diantara tetesannya.

Perasaan itu ada lagi. Entah apa yang membuatku mengingatnya lagi dan lagi.

Dan, ya, selama ini selalu dia.

Wednesday 8 January 2014

Empty

Air mata ini tak bisa berhenti menetes.
Bahkan setelah sekian lama.
Setelah aku begitu di hina dan di benci karena bersamanya.
Setelah aku di tinggalkan begitu saja tanpa dia sadar bahwa aku disini dengan tulus menantinya.
Setelah dia begitu menyakitiku.
Setelah aku memaafkannya begitu saja.
Setelah aku tersenyum karena kebodohan-kebodohan kecil yg di buatnya, meskipun kebodohan itu hanya ku lihat dalam mimpi.


Posted via Blogaway

8 Januari 2014

Aku terduduk di dalam ruangan belajarku dengan buku dan pensil. Ditemani segelas cokelat panas dan sekaleng biskuit, aku mengetuk-ngetukkan pensilku di atas meja. Memikirkan apa yang akan aku tulis di atas lembaran ini.

Dan tiba-tiba aku bergidik sendiri. Terlalu takut mengukir tulisan baru di atas lembaran baru. Terlalu takut untuk memulai permulaan yang baru. Karena sesungguhnya, aku belum benar-benar menutup lembaran lama itu.

Dan sejujurnya, aku merasa bagaikan cahaya yang kehilangan pancarannya. Yang kurasakan sekarang hanyalah kekosongan. Hampa.

Aku pernah berkata kepada seorang teman: "Langit dan hujan selalu memberiku inspirasi. Memberiku perasaan yang....lain. Memberikanku sesuatu untuk ku cetak di atas kertas. Memulai awal yang baru."

Namun sekarang, langit hanyalah langit. Hujan hanyalah hujan. Mereka tak lagi sama. Langit yang ku tatap sekarang abu-abu, tak pernah biru. Hujan yang ku lihat tak pernah berhenti menetes. Bukan lagi pelangi yang ku lihat, namun awan hitam yang memayungi diriku.

Tak lagi sama.

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway

Posted via Blogaway


Posted via Blogaway