Friday 24 July 2015

Senyum

Malam ini,
Bulan dengan cantiknya bersinar menyinari malam yang begitu gelap dan kelam.
Bentuknya yang sabit mengikutiku; seolah tersenyum.

Aku menatap bulan penuh bahagia...
Menceritakan semuanya tentang hariku.

-

Bahagia sedang mengunjungiku,
Dan ku harap sang Bahagia tetap singgah di tempat yang sama...
Meskipun jika alasan kunjungan sang Bahagia pergi,
Kuharap ia tetap disana...

...

Ceritaku bersama masa lalu hendak kututup.
Ingin ku kurung dalam sebuah peti, lalu kubuang kuncinya jauh-jauh.
Ku kubur jauh di lubuk hati terdalam,
Dimana tak seorangpun bisa menyentuh bagian yang kusimpan sendiri itu.

Lalu aku akan tersenyum,
Membalikkan badan.
Dan pergi.

Thursday 23 July 2015

P i n t u





Cahaya matahari di kala senja,
Entah bagaimana menyeruak masuk secara kasar melalui celah pintu.
Seberkas cahaya kecil;
Satu-satunya sumber cahaya di ruangan yang gelap dan penuh aura sendu itu...
Di ujung ruangan, perempuan itu terduduk lemas sambil memeluk kakinya...

Hening.
Tetiba, terdengar isak tangis yang begitu memilukan...
Suaranya begitu pelan, namun sangat menyayat hati.

Krieeet...
Entah angin dari mana, seketika pintu itu membuka semakin lebar.
Dan cahaya yang mendesak seolah memaksa dan meminta
Agar perempuan itu menyambut sang Jingga.

Ia menatap sedih cahaya yang merambat perlahan ke arahnya itu.
Pikirannya melayang jauh...
Melayang ke sosok lelaki yang ia cintai selama ini.

"...
Apakah aku harus meninggalkan perasaan ini, 
Atau haruskah aku menunggu lebih lama lagi?
Aku ingin pergi,
Namun aku tidak ingin membuka lembaran baru lagi,
Membuka rahasia lagi, 
Jatuh cinta lagi,
Dan tersakiti lagi...

Aku ingin lari!
Namun aku takut kamu tertinggal jauh dan terjatuh...
Aku ingin tetap disini,
Mencintaimu diam-diam;
Mengobatimu ketika kamu terluka,
Juga mendoakan kebahagiaanmu.
Namun jika aku tetap disini,
Akulah yang berdarah...

Dan semakin lama aku disini,
Luka itu semakin dalam menghujam di relung hati yang kusimpan demi kamu
..."

Ia melangkah perlahan menuju pintu yang terbuka disana...
Ragu-ragu ingin melangkahkan kakinya.
Selangkah lagi, dan ia keluar.

...

Akhirnya ia melangkah ke belakang pintu,
Dan menutup pintu itu serta menguncinya rapat-rapat.
Membiarkan dirinya tenggelam dalam gelap.
Lalu sebutir air mata menetes lagi,
Dalam sunyi.

Tuesday 14 July 2015

Segalanya Tentang Kamu [100.]

Selamat malam, kamu, yang jauh dari genggaman.
Maafkan aku yang terlalu takut.
Takut menyampaikan perasaanku yang sebenarnya, karena aku takut kamu menutup diri dan pergi.
Maaf, karena aku hanya bisa membuat tulisan payah yang hanya bisa kubaca sendiri; tanpa kamu ketahui.

Jadi, kita mulai dari mana?

Aku begitu mendambamu. Mendamba setiap jengkal dirimu.
Begitu jatuh cinta pada senyummu yang mengembang manis saat kita bertemu.
Begitu jatuh cinta pada suara tawa yang menggema karena kebodohanku.
Begitu terobsesi pada warna matamu yang memikat.
Jatuh cinta pada pesonamu.
Padamu.

Aku rindu.
Rindu suaramu yang bertanya, "Mau nyanyi lagu apa?"
Rindu nyanyianmu yang indah saat kamu tahu aku tidak bisa memejamkan mata.

Aku sangat merindukanmu!

Setiap jengkal nadi
Setiap detak jantung
Setiap air mata yang menitik
Segalanya yang ada pada diriku sangat menuntut untuk segera bertemu!

Terkadang, kamu tahu;
Aku hanya tak sanggup lagi menahannya.
Semua rindu, harapan, tangis dan cinta

Mereka semua melebur jadi satu
Dan pada akhirnya melesak di dada dengan gemuruh asing.

Begitu...
Memaksa, egois.
Dan yang bertemu disana, akhirnya bukan kita.
Namun, air mata dan kerinduan.

Rindu ingin bertemu, yang pada akhirnya tak terpenuhi.
Dan tanpa bisa kuhindari lagi:

Segalanya tentang kamu menjadi gerakan lambat yang merobek hati.

Bahkan aku tidak sampai hati untuk mengakhiri perasaan ini.
Karena aku begitu menikmatinya.

Menikmati menyayangimu dalam hati.

99.

Isakan penuh kesakitan itu tak kunjung berhenti...

'Sakit...' ucap perempuan itu, lirih.

"Apa yang dia lakukan?"
'Bukan,
Bukan dia yang menyakitiku.
Aku yang menyakiti diriku sendiri dengan menunggunya.
Aku yang memutuskan untuk menunggu,
Meskipun dia tidak menyadari bahwa perasaan ini ada.
Entah perasaan apa.'

"Cinta?"
'Pertemuan kami hanya sekali.
Terlalu singkat untuk di sebut cinta.'

"Kalau begitu... Ketertarikan sementara?"
'Yang aku rasakan lebih dari itu...
Ada rasa kagum, rindu, sedih, bahagia...'

"Bagaimana bisa?"
'Tidak tahu...
Semua terjadi begitu saja, tanpa aba-aba.'

"Kenapa dia?"
'Karena suaranya begitu lembut, tegas, juga menenangkan...
Karena dibalik sosoknya yang cuek dan begitu fokus pada masa depannya,
Dia sangat perhatian.
Karena dia begitu ramah...
Karena dia adalah dia.
Entahlah...'

Isakan tangis itu berubah menjadi tangisan hening yang begitu memilukan...
Tangisan hening yang menggurat begitu banyak rindu,
Begitu banyak memendam perasaan 'ingin bertemu'.

Wednesday 1 July 2015

Puisi Tanpa Inti

Bulan purnama yang bulat sempurna tanpa cacat.
Malam ini langit begitu mempesona.
Seolah memiliki gaya gravitasi tersendiri…
Menarik pandangan mataku.
Lagi, lagi;
Dan lagi.

Bulan begitu cantik, dengan bintang-bintang yang bersisian.
Bulan begitu cantik, sampai-sampai sang malam tak lagi begitu gelap…
Sampai-sampai gelap itu tak begitu pekat…

Sambil menatap langit malam penuh kagum;
Perempuan itu terenyuh, lalu bertanya-tanya dalam hati.
Pesona bulan begitu menggoda,
Apakah kamu sedang memandanginya?
Bintang-bintang begitu terang,
Jelaskah kamu menatap mereka sekarang?
Atau cahaya mereka hanyalah menjadi bersit samar,
Karena air mata yang menggenang di pelupuk matamu?

Malam ini langit begitu bahagia…
Namun, mengapa kamu menangis?
Apakah cahayanya menusuk ke pupil matamu;
Sampai-sampai menyentuh kelebat masa lalu yang berlarian di hadapanmu?