Setiap hari, aku memiliki
cerita baru. Maksudku, cerita baru untuk kubagikan kepada kamu, yang membaca
ini. Setiap bangun pagi, aku selalu melirik jam dan berpikir. Entah apa yang
kupikirkan, aku sering kali asik sendiri, dengan pikiranku yang
melayang-layang.
Dan saat aku sedang
memikirkan begitu banyak hal; muncullah DIA.
Dia, mengambil begitu
besar bagian dalam hati dan pikiranku. Lalu, aku kembali mengenang saat aku
mengenal dia untuk pertama kali.
Dengan bermodalkan sebuah “Hai”,
aku memberanikan diri menyapanya. Awalnya, aku sama sekali tidak memiliki
niatan untuk menyukai, bahkan menyayangi dia. Namun, Tuhan berkata lain.
Semakin sering kami
berkirim pesan melalui aplikasi BBM, entah mengapa aku merasa kami menjadi semakin
dekat. Lalu, kami-pun bertemu. Pertama kali aku melihatnya, pembawaannya yang
santai dan murah senyum telah memesonaku. Dia tinggi, matanya berwarna cokelat
[warna mata kesukaanku], alis matanya tebal dan membuat matanya menjadi teduh.
Entah apa yang aku rasakan
ini, kagum, atau perasaan lainnya. Ketika ia memainkan jemarinya di atas senar
gitar dengan begitu lembut, entah mengapa, aku terpana melihat kelihaiannya
dalam menghasilkan nada dari alat musik yang di sebut gitar itu.
Kami semakin dekat, dan
dekat; perhatiannya kepadaku membuat aku semakin merindukan sosoknya yang
santai. Lalu, ia mengenalkan aku pada suatu perasaan yang dinamakan cinta.
Ia pernah berbicara
kepadaku mengenai hal yang dinamakan cinta ini; awalnya aku hanya berkata: “Cinta
itu hanya ada di negeri dongeng, dengan seorang putri dan seorang pangeran yang
akhirnya akan hidup bahagia. Tapi, gak semua dongeng bisa berakhir bahagia.”
Dia hanya tertawa mendengar responku dan berkata: “Haha, ya, lihat saja nanti.”
Seiring waktu berjalan dan
bumi yang terus ber-rotasi, kami semakin dekat, dekat, dan dekat. Dan tahu-tahu,
aku sayang padanya. Apakah ini dongeng? Dimana dialah pangerannya, dan akulah
putrinya? Kalaupun ini sebuah dongeng, dongeng ini tidak akan berkahir bahagia.
Dia berkata kepadaku,
bahwa perasaannya kepadaku hanyalah sebatas sayang kakak kepada adiknya, tidak
lebih. Kesalahanku terletak disini; aku tetap berharap. Aku sendiri yang telah
menorehkan luka dan mengukir namanya begitu dalam; di hatiku.
Suatu hari, dia berkata
kepadaku bahwa perasaannya benar-benar sebatas kakak ke adiknya. Hatiku seperti
di jatuhkan dari puncak menara Eiffel, segera hancur begitu menyentuh tanah.
Aku tidak bisa berharap
lagi. Aku lelah, berharap pada sesuatu yang sebenarnya tidak bisa menjadi
milikku. Semua perhatiannya, kebaikannya, candaannya, kejahilannya, sebatas
rasa sayang kakak ke adiknya.
Perkenalan antara ‘Cinta’
denganku, tidak berjalan begitu baik. Pertama kali aku mengenal cinta, aku kira
dia begitu indah, tetapi ternyata, cinta itu jugalah yang membuatku seakan
masuk ke dalam mimpi terburukku.
Sebentar lagi dia akan
pergi jauh, aku pasti akan merindukannya. Namun, aku tak bisa menahannya
disini, aku harus membiarkan dia mengejar mimpinya, meraih semua yang dia
inginkan.
Kebahagiaan dia mungkin
bukan denganku. Aku yakin, dia akan menemukan seseorang yang bisa menerima
kekurangan dan kelebihan dia tanpa harus mengeluh, bisa menerima kekurangan dia
yang rendah diri, sangat suka tidur, pemalas, dan gila; juga bisa menerima
kekurangan keluarganya, tanpa harus memandang rendah.
Misalnya, aku.
No comments:
Post a Comment