Saturday 4 May 2013

Cerita Baru.



Setiap hari, aku memiliki cerita baru. Maksudku, cerita baru untuk kubagikan kepada kamu, yang membaca ini. Setiap bangun pagi, aku selalu melirik jam dan berpikir. Entah apa yang kupikirkan, aku sering kali asik sendiri, dengan pikiranku yang melayang-layang.
Dan saat aku sedang memikirkan begitu banyak hal; muncullah DIA.
Dia, mengambil begitu besar bagian dalam hati dan pikiranku. Lalu, aku kembali mengenang saat aku mengenal dia untuk pertama kali.
Dengan bermodalkan sebuah “Hai”, aku memberanikan diri menyapanya. Awalnya, aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk menyukai, bahkan menyayangi dia. Namun, Tuhan berkata lain.
Semakin sering kami berkirim pesan melalui aplikasi BBM, entah mengapa aku merasa kami menjadi semakin dekat. Lalu, kami-pun bertemu. Pertama kali aku melihatnya, pembawaannya yang santai dan murah senyum telah memesonaku. Dia tinggi, matanya berwarna cokelat [warna mata kesukaanku], alis matanya tebal dan membuat matanya menjadi teduh.
Entah apa yang aku rasakan ini, kagum, atau perasaan lainnya. Ketika ia memainkan jemarinya di atas senar gitar dengan begitu lembut, entah mengapa, aku terpana melihat kelihaiannya dalam menghasilkan nada dari alat musik yang di sebut gitar itu.
Kami semakin dekat, dan dekat; perhatiannya kepadaku membuat aku semakin merindukan sosoknya yang santai. Lalu, ia mengenalkan aku pada suatu perasaan yang dinamakan cinta.
Ia pernah berbicara kepadaku mengenai hal yang dinamakan cinta ini; awalnya aku hanya berkata: “Cinta itu hanya ada di negeri dongeng, dengan seorang putri dan seorang pangeran yang akhirnya akan hidup bahagia. Tapi, gak semua dongeng bisa berakhir bahagia.” Dia hanya tertawa mendengar responku dan berkata: “Haha, ya, lihat saja nanti.”
Seiring waktu berjalan dan bumi yang terus ber-rotasi, kami semakin dekat, dekat, dan dekat. Dan tahu-tahu, aku sayang padanya. Apakah ini dongeng? Dimana dialah pangerannya, dan akulah putrinya? Kalaupun ini sebuah dongeng, dongeng ini tidak akan berkahir bahagia.
Dia berkata kepadaku, bahwa perasaannya kepadaku hanyalah sebatas sayang kakak kepada adiknya, tidak lebih. Kesalahanku terletak disini; aku tetap berharap. Aku sendiri yang telah menorehkan luka dan mengukir namanya begitu dalam; di hatiku.
Suatu hari, dia berkata kepadaku bahwa perasaannya benar-benar sebatas kakak ke adiknya. Hatiku seperti di jatuhkan dari puncak menara Eiffel, segera hancur begitu menyentuh tanah.
Aku tidak bisa berharap lagi. Aku lelah, berharap pada sesuatu yang sebenarnya tidak bisa menjadi milikku. Semua perhatiannya, kebaikannya, candaannya, kejahilannya, sebatas rasa sayang kakak ke adiknya.
Perkenalan antara ‘Cinta’ denganku, tidak berjalan begitu baik. Pertama kali aku mengenal cinta, aku kira dia begitu indah, tetapi ternyata, cinta itu jugalah yang membuatku seakan masuk ke dalam mimpi terburukku.
Sebentar lagi dia akan pergi jauh, aku pasti akan merindukannya. Namun, aku tak bisa menahannya disini, aku harus membiarkan dia mengejar mimpinya, meraih semua yang dia inginkan.
Kebahagiaan dia mungkin bukan denganku. Aku yakin, dia akan menemukan seseorang yang bisa menerima kekurangan dan kelebihan dia tanpa harus mengeluh, bisa menerima kekurangan dia yang rendah diri, sangat suka tidur, pemalas, dan gila; juga bisa menerima kekurangan keluarganya, tanpa harus memandang rendah.
Misalnya, aku.

No comments:

Post a Comment