Thursday 26 February 2015

Sepi

Baginya,
Tak ada lagi perbedaan antara sendiri atau berdua.
Atau bertiga.
Karena semuanya hanya merajut sepi dan membuatnya semakin tenggelam dalam sendirinya.
Entah apa yang dia takuti...
Namun sepertinya kesepian sudah menjadi bagian dari dirinya yang tak bisa hilang...

Wednesday 25 February 2015

Bila Jatuh Cinta

Bila jatuh cinta padamu adalah suatu kesalahan...
Izinkan aku mengulanginya.
Lagi, dan lagi.
Bila jatuh cinta padamu adalah suatu kesalahan...
Biarkan aku menikmatinya.
Lagi, dan lagi.
Bila jatuh cinta padamu adalah suatu kesalahan...
Biarkan aku hidup berulang kali, agar aku bisa jatuh cinta padamu.
Lagi, dan lagi.
Bila jatuh cinta padamu adalah suatu kesalahan...
Aku akan tetap memilihmu di kehidupan yang lain.
Lagi, dan lagi.
Sebagaimana cinta itu hadir,
Aku selalu menginginkan kamu.
Dan apabila kita memang tidak di takdirkan satu,
Harus kuakui;
Kamulah kesalahan terindah yang akan selalu ku rindukan.

Melepas dari yang Tak Mengikat

Meskipun tak mudah, aku harus melepas...
Terlalu sakit, jika aku masih harus mempertahankan "kita".
Bila nyatanya senyummu bukan lagi untukku...

Terimakasih.
Kamu telah menjadi debar saat jantungku lupa berdetak.
Kamu telah menjadi tawa saat aku lupa bagaimana cara bahagia.

Mungkin harus ada yang terluka.
Agar masing masing dari kita bisa lepas dari sesuatu yang tak mengikat.
Cinta, misalnya.

Jangan

Jangan mengumbar kalimat cinta,
Jika pada akhirnya yang kamu berikan hanyalah kecewa.
Jangan berbicara seolah-olah aku-lah bagian dari dirimu yang kosong,
Bila akhirnya nanti kamu melangkah pergi.
Jangan perlakukan aku seperti perempuan-mu,
Bila aku bukan satu-satunya.
Jangan membawa asaku terbang bersama buai gombalanmu,
Bila yang kita jalani sekarang tak lebih dari sekedar kefanaan.
Aku memang ingin kamu.
Tapi bukan seperti ini.
Maaf...
Aku hanya tak ingin terluka.
Jangan memberiku mawar yang seakan berbicara tentang bahagia,
Padahal yang ada hanyalah duri tajam yang menggores luka.

Monday 23 February 2015

Untuk Kamu

Untuk kamu,
Lelaki yang (masih) ku cintai.

Aku ini bukan penulis.
Aku hanyalah seorang pencerita.
Seorang pencerita yang mengalami candu;
Candu untuk terus berkata-kata tentang kamu.
Meskipun kebanyakan ceritanya tentang luka, kecewa dan tangis,
Aku tetap ingin bercerita mengenai perihal 'kamu'.
Kamu,
Pernah memberi luka dan menggoreskan trauma.
Kamu,
Pernah mengajarkan ku bagaimana cara mencintai dalam sebuah kecewa.
Kamu,
Pernah membuatku menikmati setiap air mata yang mengalir.
Membuatku begitu terluka, sekaligus bahagia.
Bahagia karena (pada saat itu), aku masih memiliki kamu.
Pun kita kini tak lagi bertegur sapa,
Kamu masih menjadi kalimat utama dalam setiap puisiku.
Kamu masih menjadi yang terpenting dalam hati, dan masih menjadi yang paling ku rindukan setiap hari.

Dengan cinta,
Aku yang (selalu) menunggu.

Wednesday 11 February 2015

Langit Abu-Abu

Sudah lama sekali sejak terakhir aku menangis...
Kali ini air mataku mengalir deras,
Seolah-olah tahu dimana muaranya.
Dibawah langit abu-abu,
Aku tersedu melihat kamu melangkah jauh.
Aku hanya bisa melihat punggungmu berbalik dan pergi...
Namun aku tak bisa menahanmu,
Karena... Aku siapamu?
Di bawah langit abu-abu,
Tangisku tersaru dengan hujan yang turun.
Isakku teredam berisiknya hujan.
Gelap langit seolah mengerti hatiku...
Di bawah langit abu-abu,
Aku menunggumu.
Meskipun kamu tak kembali.
Meskipun aku harus tetap disini.

Bukan Cinta

Ada lagi air mata yang menitik...
Kali ini untuk seseorang yang lain.
Namun rasanya begitu menyakitkan...
Padahal aku tahu,
Selamanya, aku dan dia tak bisa bersama...
Padahal aku tahu,
Kedekatan kami hanya sementara...
Padahal aku tahu,
Dia datang sebentar
Untuk pergi selamanya...
Namun mengapa perih...?
Tulisan lagi yang mewakili perasaanku...
Bukan.
Ini bukan cinta.
Ini hanyalah perasaan ingin memiliki yang egois;
Sementara dia telah bersamanya,
Dan aku dengan tangis yang menggema.
Ini bukan cinta...
Iya kan?

Monday 9 February 2015

Seharusnya (Hanya)

Seharusnya,
Kamu pergi dan tidak kembali lagi…
Seharusnya,
Aku sudah melupakan semua tentang “kita”,
Dan pergi, mencari bahagiaku sendiri.
Seharusnya,
Aku bisa menatapmu dan mengatakan “aku benci kamu”.
Tapi nyatanya…
Hanya rindu yang terucap
Saat mataku melihatmu dari kejauhan.
Hanya memori tentang “kita” yang terlintas
Dimana seharusnya aku membencimu…
Hanya bisikan lirih;
“Akhirnya kamu kembali”
Ketika seharusnya yang kurasa adalah kecewa…

Kita?

Kita pernah bergandeng tangan
Tanpa perasaan apa-apa…
Kita pernah tertawa pada hal-hal aneh;
Hal-hal yang sebenarnya tidak harus ditertawakan.
Kita pernah saling bicara,
Tanpa sadar perasaan yang bernama “cinta” mulai menyapa…
Kita mulai saling mengisi,
Dan tanpa sadar selalu saling mencari-cari…
Haruskah kita angkat perasaan ini ke permukaan
Dengan persahabatan kita dibawahnya?
Atau,
Kita tenggelamkan  saja rasa yang ada,
Lalu kita saling memendam rasa yang mulai hadir?
Kita ini menanti apa?
Kepastian apa?
Kamu sudah memiliki bahagiamu sendiri,
Dan aku dengan sepiku.
Mengapa kita terlalu mudah terbawa perasaan?
Bodoh…

Lalu bagaimana kita harus mengakhirinya?